Pembangunan pertanian merupakan salah satu sektor utama dalam
pembangunan nasional, hal ini berkaitan dengan peran sektor pertanian dalam
penyediaan lapangan pekerjaan, penyumbang PDB, sebagai penghasil pangan, pakan
dan energy serta sektor pertanian yang lebih fleksibel terhadap gejolak krisis
ekonomi seperti yang terjadi pada krisis ekonomi tahun 1997/1998 yang mana
sektor yang tetap bertahan adalah pertanian. Angkatan kerja yang bekerja
disektor pertanian mencapai 40,3 persen dari seluruh angkatan kerja (BPS,
2010). Penggunaan lahan oleh sektor pertanian mencapai 71,33 persen dan juga
sebagai penyumbang PDB sebesar 15,60 persen dari total PDB.
Pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan perkapita
dan kesadaran masyarakat terhadap makanan yang bergizi tinggi, serta kebutuhan
energy fosil yang semakin menipis menyebabkan sektor pertanian menjadi sangat penting dalam meningkatkan perekonomian
masyarakat dan nasional, maka orientasi pembangunan pertanian diarahkan kepada
model sistem agibisnis yang serasi dan terpadu dengan keterkaitan yang erat
antara berbagai subsistemnya. Subsistem dalam agribisnis tersebut adalah subsistem
sarana produksi pertanian (agro input),
subsistem usaha tani (on farm),
subsistem pengolahan dan pemasaran (off
farm) serta subsistem penunjang (penelitian, penyuluhan dan pembiayaan).
Peran sektor pertanian sangat besar dalam pembangunan
perekonomian jika dilihat dengan kaca mata agribisnis. Kegiatan budaya
pertanian akan berdampak terhadap bergeraknya kegiatan input produksi dalam
penyediaan benih/bibit, pupuk, fungsida, pakan, vaksin dan obat-obatan. Akan
menyebabkan bergeraknya sektor hilir yaitu, pemasa
Perbankan syariah di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman orde
baru yaitu dengan diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Namun
dalam perjalanannya banyak mengalami kendala salah karena berbagaimasalah salah
satunya adalah unit-unit perbankan syariah masih terbatas dan pemahaman
masyarakat masih rendah dengan sistem syariah. Pasca reformasi perbankan
syariah mulai diminati oleh masyarakat seiring dengan tumbuhnya kesadaran umat
muslim untuk kembali pada syariat Islam salah satunya adalah perbankan.
Perbankan konvensional sudah mulai membuat skim-skim syariah, karena menyadari
sebagian besar penduduk Indonesia adalah muslim.
Dengan berkembangnya perbankan syariah atau lembaga pembiayaan
syariah diharapkan dapat menunjang peningkatkan perekonomian masyarakat
terutama kalangan menengah kebawah. Hal ini didasari dari pendirian perbankan
syariah yang bertumpu pada perekonomian di sector riil serta tujuannya sebagai
perbankan investasi yang berkeadilan. Berbeda dengan perbankan konvensional
yang berbasiskan bungan (interest) sehingga bank adalah selalu menjadi pihak
yang tak pernah rugi walaupun nasabah merugi dalam dunia usaha. Kondisi
demikian sangat bertolak belakang dengan usaha disektor rill yang beresiko
tinggi sehingga perlu kehati-hatian dan manajemen yang baik.
Salah satu kegiatan ekonomi sector rill yang diharapkan
dapat menggunakan pembiayaan syariah
adalah sector pertanian. Beberapa hal yang melatarbelakangi adalah sektor
pertanian masih memainkan peran sangat strategis dalam perekonomian nasional.
Sektor ini tetap menjadi andalan sebagai sumber pendapatan dan mata pencaharian
40 % dari penduduk Indonesia, penyumbang
Produk Domestik Bruto (PDB), sumber devisa negara, serta pemasok bahan baku
sekaligus pasar bagi sektor industri. Bahkan, ada peran sektor pertanian yang
tidak mungkin digantikan sektor lain yaitu sebagai sumber bahan pangan. Namun
demikian, sektor pertanian masih saja menghadapi permasalahan yang cukup pelik,
terutama permodalan.
Pembangunan sektor
pertanian masih trlihat pincang, karena tidak adanya hubungan yang terintegrasi
antara kegiatan di sektor on farm
dengan off farm serta sektor
penunjanglainnya, bahkan masing sektor berjalan sendiri-sendiri. Ketiadaan
hubungan tersebut berimplikasi pada petani hanya bergerak pada kegiatan on farm saja sedangkan kegiatan
pemasaran dilakukan oleh para pedagang perantara yang akhirnya menyebabkan
panjangnya rantai pemasaran produk pertanian. Disisi lain kepincangan
pembangunan pertanian adalah tidak adanya lembaga pembiayaan khusus untuk
pertanian sehingga berimplikasi pada sulitnya para petani untuk mendapatkan
modal untuk pengembangan usaha. Selama ini pembiayaan pertanian diserahkan saja
pada bank umum dengan program kredit yang disubsidi pemerintah. Namun petani sangat sulit untuk mengaksesnya
karena pihak bank sangat memberikan persyaratan yang ketat, kehati-hatian bank
sangat tinggi terhadap pembiayaan pertanian karena pada dasarnya bisnis pada
sektor pertanian sangat beresiko tinggi, hal ini lah yang menjadi alsan bagi pihak
perbankan berhati-hati dalam memberikan kredit dan memang pada dasarnya
kehati-hatian (prudent) adalah ciri
dari lembaga perbankan.
Nilai kredit
perbankan untuk sector pertanian pada tahun 2009 mencapai angka Rp 77,412
trilyun, atau sekitar 5,69 persen dari total keseluruhan kredit perbankan.
Angka ini menglami peningkatan hingga Rp 117,52 trilyun per Februari 2012
(biek, 2011)[1].
Hal ini menujukan bahwa skala pembiayaan pertanian masih sangat kecil bahkan angka tersebut jauh di bawah pembiayaan untuk sektor
lain seperti perindustrian dan perdagangan, restoran dan hotel, serta
pengangkutan, karena pihak perbankan belum tertarik untuk meningkatkan
proporsi pembiayaan sektor ini. Berbagai jenis
kredit program yang diluncurkan pemerintah untuk sektor pertanian, seperti
kredit Bimas, Inmas, kredit usaha tani (KUT), serta kredit ketahanan pangan
(KKP) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun, kredit program masih belum cukup
optimal dalam memberdayakan petani yang ditunjukkan oleh masih lemahnya
kemampuan petani dalam permodalan. Selain dari kredit program dan bank
komersial, pembiayaan pertanian di pedesaan juga banyak ditopang lembaga kredit
nonformal, seperti para pembunga uang (money lenders) yang berprofesi
sebagai pedagang output, pedagang input, pemilik penggilingan padi ataupun para
petani kaya.
Salah satu ciri paling menonjol dari kredit pertanian baik
formal maupun nonformal adalah skim kredit tersebut selalu berbasis bunga (interest),
padahal sektor pertanian yang sarat dengan risiko memiliki peluang kegagalan
yang tinggi, baik dalam produksi maupun jatuhnya harga. Jika petani gagal dalam
usaha taninya, di samping tidak akan mampu mengembalikan pinjaman, mereka juga
dapat terjerat hutang yang makin lama makin membengkak. Model kredit ini juga
membebankan segala risiko usaha hanya kepada peminjam (petani), sementara
pemilik dana selalumendapat untung sebesar tingkat bunga yang telah ditetapkan. Untuk menjamin rasa keadilan,
perlu dicari pembiayaan alternative yang sesuai dengan sifat sektor pertanian. Salah satu lembaga pembiayaan yang mulai berkembang adalah pembiayaan syariah.
Secara teori, ada tiga hal yang menjadi penciri dari pembiayaan berbasis
syariah, yaitu (1) bebas bunga, (2) berprinsip bagi hasil dan risiko, dan (3)
perhitungan bagi hasil tidak dilakukan di muka yang pada dasarnya sangat sesuai
dengan karakteristik kegiatan sector pertanian dan juga terkait dengan sebagian
besar petani adalah Muslim. Berbeda dengan kredit konvensional yang
memperhitungkan suku bunga di depan, ekonomi syariah menghitung hasil setelah
periode transaksi berakhir. Hal ini berarti dalam pembiayaan syariah pembagian
hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan berdasar hasil perhitungan spekulatif.
Sistem bagi hasil ini dipandang lebih sesuai dengan iklim bisnis yang memang
mempunyai potensi untung dan rug
Secara umum produk
perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu produk penyaluran
dana, pengimpunan dana, produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan kepada
nasabahnya[2].
Pada produk penghimpunan dana skim yang digunakan adalah berupa wadi’ah dan
mudharobah. Untuk menyalurkan dana pembiayaan syariah/ perbankan syariah
menggunakan skim prinsip jual beli (ba’i),
prinsip sewa (ijaroh) dan prinsip
bagi hasil (syirkah). Sedangkan pada
produk jasa menggunakan skim jual beli valuta asing (sharf) dan sewa (ijaroh).
Hampir seluruh
perbankan konvensional memperlakukan sistem bunga (interest) dalam menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan
menyalurkan dana kepada nasabahnya. Sistem bunga pada dasarnya sangat berbahaya
bagi pembiayaan pada sector rill termasuk bidang pertanian karena beresiko
tinggi (high resico). Berkaitan
dengan hal tersebut pembiayaan syariah sangat berpotensi dalam pembiayaan pada
sector pertanian karena produk-produk perbankan syariah bebas dari bunga.
Secara umum produk pembiayaan syariah terbagi atas produk berbasis bagi hasil,
produk berbasis jual beli dan produk berbsis zakat.
1.
Produk Berbasis
Bagi Hasil
Produk
pembiayaan syariah berbasis bagi hasil terdiri dari dua akad utama yaitu mudharabah
dan musyarokah, pengertian dari masing-masing skim tersebut sebagai berikut :
1.1.
Mudharabah
Mudharabah
(trust financing/ trust investment)
merupakan akad kerjasama dua pihak, dimana pihak pertama (pemilik modal/ shahibul mal) sebagai penyedia modal (100
%), sedangkan pihak lain sebagai pengelola modal (mudharib) memiliki skill dalam usaha yang akan dijalankan. Pembagian
keuntungan atau nisbah pada sistem
ini tergantung pada akadnya dari awal apakah dilakukan berdasarkan untung dan
rugi (profit and loos sharing) atau
berdasarkan metode bagi pendapatan (revenue
sharing). Sebagai pemilik modal Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan
usaha tetapi hanya memiliki hak untuk dalam pengawasan dan pembinaan nasabah.
Sebagai seorang penerima pembiayaan (mudharib)
behati-hati dan bertanggung jawab untuk
setiap kerugian dari kelalaian.
Landasan
hukum dari sistem mudharabah adalah firman Allah dalam surat Al- Muzammil ayat
20 yaitu: “Dan orang-orang di muka bumi
mencari sebagian karunia Allah SWT” dan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu
majah :” tiga perkara didalamnya terdapat
keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradah (nama lain
mdharobah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan
untuk di jual.
Dalam
literature fiqih, musyrokah dan mudharobah berbentuk perjanjian kepercyaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat
tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing
pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari
masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian
pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam. Ketentuan umum sistem
mudharobah sebagai berikut :
1) Jumlah
modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan
tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinayatakan nilainya dalam satuan
uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan
disepakati bersama.
2) Hasil
dari pengelolaan modal pembiayaan mudharobah dapat diperhitungkan dengan dua
cara : perhitungan dari pendapatan proyek (revenue
sharing) dan perhitungan dari keuntungan proyek (profit loss sharing).
3)
Hasil
usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau waktu
yang disepakati. Selaku pemilik modal, bank menanggung seluruh kerugian,
kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan,
kecurangan dan penyalahgunaan dana.
4) Bank
berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak bberhak mencampuri
urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja,
misalnya tidak membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, maka dapat
dikenakan sanksi administrasi.
1.2.
Musyarokah
Musyarokah
(partnership/project finacing
participation) merupakan kerjasama dua pihak atau lebih untuk menjalankan
kegiatan usaha atau bisnis dimana secara bersama-sama memadukan seruruh sumber
daya bauk yang berwujud (tangible)
mapun yang tidak berwujud (intangible)
dengan resiko ditanggung bersama-sama sesuai kesepakatan.
Secara
spesifik bentuk dari kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana,
barang perdagangan (trading asset),
kewirausahaan (entrepreneurship),
keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai
degan uang. Dengan merangkum seluruh
kontribusi masing-masing.
Jenis
usaha yang dapat dibiayai dengan sistem musyarokah antara lain perdagangan,
perindustrian, usaha atas dasar kontrak dan lain-lain. Beberapa usaha kongsian
yang mirip dengan musyarokah seperti CV, PT, dan Koperasi. Untuk usaha
agribisnis skala besar bisa dengan sistem ini, dan pada usaha pertanian skala
kecil dapat dengan skim muzaro’ah.
Sistem muzaroah adalah penyereahan pengelolaan lahan pertanian kepada seseorang
yang mau untuk menggarap dengan perjajian bagi hasil. Biasanya penyediaan benih
dari pemilik lahan sedangkan pengelola mengeluarkan biaya penggarapan,
perawatan dan pemanenan. Sistem ini pada dasarnya sudah sangat lazim dalam
kehidupan sehari-hari hampir diseluruh wilayah pedesaan Indonesia yang dikenal
dengan sistem skap-menyakap atau paroan[3].
Pada
praktek perbangkan, penyediaan dana oleh bank untuk memenuhi sebagian modal
suatu usaha tertentu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan dengan nasabah
sebagai pihak yang harus melakukan pengelolaan atas investasi sesuai ketentuan
akad. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan
bersama-sama menyediakan dana dan atau barang untuk membiayai suatu usaha
tertentu. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra
usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang
yang disepakati (Kementan, 2011)[4].
2.
Produk Berbasis
Jual Beli (Ba’i)
Prinsip
jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang
atau benda (transfer of property). Pada sisitem ini tingkat keuntungan bank
ditentukan didepan dan menjadi harta atas barang yang dijual. Transaksi jual
beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang,
seperti :
2.1.
Pembiayaan Murabahah
Murabahah
berasal dari kata “rib” (keutungan)
adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya atau
mengambil keuntungan dengan cara menjual lebih tinggi dari harga beli. Bank
bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah
harga beli bank dari pemasok tambah keuntungan. Kedua bela pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam
akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya
akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran
cicilan (bi tsaman ajil). Dalam
transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran
dilakukan secarah tangguh (deffered
paymen) dan harga yang ditentukan dengan dasar fixed mark-up profit.
Landasan
syariah sistem murabahah adalah firman Allah dalam surat Al Baqoroh : 125 “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”. Pada sector pertanian sistem ini bisa diterapkan pada
kegiatan budidaya yaitu untuk pembelian sarana produksi (benih, pupuk,
obatobatan, dan alat-alat pertanian lainnya). Pada sistem murabahah, lembaga
keuangan syariah menjual produ-produk ataubarang-barang kepada nasabah untuk
keperluan usaha denga pembayarn diangsur atau sekaligus sesuai kesepakatan dan
lembaga keuangan syariah mendapat keuntungan dari margin harga jual barang.
2.2.
Pembiayaan Salam
(future trading).
Salam
adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan bekum ada. Oleh
karena itu barang diserahkan secara tanguh sedangkan pembayaran dilakukan
tunai. Bank bertindak sebagai pembeli sedangakan nasabah sebagai penjual
produk. Sekilas transaksi ini mirip dengan jual beli ijon pada produk
pertanian.
Dlam
praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan
menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai
atau secara angsuran. Harga yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari
nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal ini bank menjualnya secara cicilan,
kedua pihak harus menyetujui harga jual dan jangka waktu serta pembayaran.
Adapun ketentuan umum salam sebagai berikut ;
1)
Pembelian
hasil produk pertanian harus diketahui spesifikasinya secara jelas, seperti
jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg mangga
harum manis kualitas “A” dengan harga Rp 5000/kg akan diserahkan pada panen
bulan mendatang.
2)
Apabila
hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka nasabah
(produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain : mengembalikan dana
yang diterimanya atau mengganti sesuai dengan pesanan.
3)
Mengingat
bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank
untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti Bulog,
pedagang pasar induk, eksportir atau industri pengolah, mekanisme seperti ini
disebut dengan parallel salam.
Model pembiayaan
salam pada sector pertanian (Kementan, 2008)[5],
sebagai berikut :
Keterangan
:
1.
Pembiayaan
kepada pelaku usaha pertanian dilakukan melalui SPV (Special Purpose Vechile) yang dibentuk oleh lembaga keungan syariah
(LKMS).
2.
Pelaku
usaha pertanian berkewajiban mengirimkan produk pertnanian kepada bank (SPV)
dimasa yang akan datang.
3.
Pemerintah
memberikan penajaminan jika seandainya panen mengalami kegagalan
4.
SPV
menyalurkan/ menjual hasil panen langsung ke pasar/ eksportir/ bulog/
perusahaan/ industri.
Landasan syariah
sistem salam adalah berdasarkan hadist riwayat Bukhari dari Ibn Abbas, Nabi
bersabda :
“Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia
melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka
waktu yang diketahui”
(HR. Bukhari).
2.2.1.
Pembiayaan Istishna
Produk
isthisna menyerupai produk salam, namun dalam istihna pembayaran dapat
dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim ini dalam
bank syariah ummnya diaplikasikan pada pembiayaan manufacture dan kontruksi. Ketentuan
umum dari istishna adalah : 1) Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti
jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlah, 2) Harga jual yang disepakati
dicantumakan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah selama berkakunya
akad, 3) Jika terjadi perubahan dari kreteria pesanan dan terjadi perubahan
harga setelah akad ditandatangani, maka seluruhnya biaya tambahan tetap
ditanggung nasabah.
3.
Produk berbasis
Sewa (Ijaroh)
Transaksi ijaroh
dilandasi adanya perpindahan manfaat, jadi pada dasarnya prinsip ijaroh sama
saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terdapat pada objek
transaksinya. Bila pada jual beli objek trnasaksinya adalah barang, maka pada
ijaroh objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa
sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu
dalam perbankan syariah dikenal dengan ijaroh muntahiyah bittamlik (sewa yang
diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati
pada awal perjanjian.
Penerapan Pembiyaan Syarian pada Sektor
Pertanian
Dari
uraian beberapa produk perbankan syariah dalam pembiayaan atau penyaluran dana,
maka pada sector pertanian dapat diterapkan pada kegiatan agribisnis. Adapun
bentuk pembiayaan dan unit pembiayaannya dapat dijelaskan pada tabel berikut.
Proses/Sub
sistem
|
Jenis kegiatan
usaha
|
Akad
Pembiayaan
|
Hulu
|
-
Penyediaan lahan
-
Penyediaan bibit/ benih
-
Penyediaan pestisida/fungisida
-
Penyediaan alsin
-
Dan saprodi lainnya
|
-
Ijaroh (prinsip sewa)
-
Istihna
-
Murabahah
|
Budidaya
|
-
Alat dan mesin pertanian (semprot, pemeliharaan,
dll)
-
Pembelian pupuk dan obat-obatan
|
-
Murabahah
-
Istishna
|
Hilir
|
-
Penyediaan alsin pasca panen, pengolahan dan
transportasi
-
Pemasaran hasil pertanian
|
-
Murabaahah
-
Ijaroh
-
Istishna
-
Salam
|
Seluruh
Proses Produksi (Hulu-hilir)
|
-
Permodalan perkongsian (pelaku usaha dan lemabga
pembiayaan)
-
Permodalan sepenuhunya lembaga pembiayaan
|
-
Musyarokah
-
Mudhorobah
|
[1]
Dalam makalah Dr. Irfan Syauki Biek Akselerasi Lima Jalur Pembiayaan Syariah
untuk Sektor Pertanian di Indonesia (2012).
[2]
Buku Lembaga Keungan Syariah karangan Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid (2008).
[3]
Jurnal Forum Ekonomi Pertanian “Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor
Pertanian” oleh Ashari dan Saptana.
[4]
Pola Pembiayaan Syariah untuk sector pertanian (2011)
[5]
Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan Pertanian (kmenterian Pertanian, 2008)
2 komentar:
Ekonomi Islam adalah satu-satunya sistem yang dapat menyelamatkan umat dari kebangkrutan, baik secara sosial, ekonomi maupun bernegara.
Tulisan saudara sangat menarik. Terimakasih.
Ekonomi Islam adalah satu-satunya sistem ekonomi yang menyelamatkan umat dari kebangkrutan, baik secara sosial, ekonomi maupun bernegara. Tulisan saudara sangat bermanfaat.
Posting Komentar