RINGKASAN
Konsumsi
daging masyarakat Indonesia cenderung meningkat seiring dengan peningkatan
pendapatan perkapita dan pertumbuhan industri pengolahan pangan, kebutuhan
tersebut sebagian bersumber dari daging sapi. Tingginya permintaan terhadap
daging sapi harus diiringi dengan peningkatan populasi dan produksi daging sapi
dalam negeri, jika tidak dilakukan upaya-upaya tertentu dikhawatirkan dapat
menguras populasi sapi dalam negeri sehingga impor sapi bakalan atau daging
sapi menjadi meningkat.
Untuk
memenuhi permintaan daging sapi dalam negeri pemerintah telah melakukan upaya
peningkatan populasi sapi untuk meningkatan produksi daging dalam negeri untuk
mewujudkan swasembada daging sapi dengan pengembangan pakan ternak, perbaikan
mutu bibit melaui kegiatan inseminasi buatan (IB) dan pemberantasan penyakit.
Sebagai upaya untuk mengatur penawaran sapi dan daging sapi telah dilakukan
kebijakan pengaturan pengeluaran dan pemasukan sapi antar daerah serta
pengaturan impor bakalan dan daging sapi.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui model penawaran dan permintaan daging sapi di
Indonesia dengan menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi penawaran dan permintaan daging sapi serta dampak
kebijakan pemerintah terhadap penawaran, permintaan, impor dan harga daging
domestik.
Data
yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder deret waktu yang bersumber
dari publikasi berbagai instansi selama periode 1993-2012. Analisis data
menggunakan pendekatan ekonomertika dengan model persamaan simultan. Model
terdiri dari dua sektor, yaitu sektor penawaran daging sapi dan sektor
permintaan daging sapi di Indonesia. Model ekonometrika diduga dengan metode
Two Stage Least Square (2SLS), Setelah divalidasi, model disimulasi dengan
alternatif kebijakan, yaitu : peningkatan teknologi inseminasi buatan,
peningkatan harga sapi ditingkat peternak, penurunan suku bunga dan devaluasi
nilai rupiah.
Hasil
penelitian menunjukan bahwa populasi ternak sapi dipengaruhi oleh harga daging
sapi, teknologi inseminasi buatan, harga sapi, suku bunga dan lag populasi
sapi. Populasi sapi responsif terhadap seluruh peubah tersebut. Hal ini
menunjukan perlu optimalisasi kebijakan pemerintah terhadap peningkatan
populasi ternak untuk meningkatkan penawaran produksi daging sapi.
Produksi
daging dipengaruhi oleh populasi sapi, curah hujan dan harga daging sapi dalam
negeri. Produksi daging sapi responsif terhadap seluruh peubah tersebut. Perlu
kebijakan teknologi reproduksi dan pengolahan pakan untuk meningkatkan produksi
daging.
Permintaan
daging sapi dipengaruhi oleh harga riil daging domestik, harga riil daging
ayam, harga riil telur ayam, Harga riil tempe dan pendapatan perkapita. Dalam
jangka pendek dan jangka panjang permintaan daging responsif terhadap harga
riil daging ayam dan harga riil tempe serta permintaan daging juga responsif
dalam jangka panjang terhadap pendapatan perkapita. Namun permintaan daging
sapi tidak responsif terhadap harga riil daging sapi, harga riil telur dan
jumlah penduduk. Untuk itu perlu kebijakan harga daging sapi yang dapat di
akses oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai sumber protein hewani.
Harga
daging domestik dipengaruhi oleh penawaran daging sapi, permintaan daging dan
impor daging sapi. Harga daging domestik responsif terhadap penawaran dan
permintaan daging baik dalam jangka pendek mupun dalam jangka panjang. Namun
harga daging domestik tidak responsif terhadap impor daging sapi. Perlu peran
pemerintah untuk pengaturan penawaran daging sapi yang akan mempengaruhi harga
daging sapi domestik.
Impor
daging sapi dipengaruhi oleh harga daging domestik, permintaan daging sapi,
harga riil daging impor, tariff impor dan kurs rupiah. Impor daging sapi
responsif terhadap harga riil daging domestik, permintaan daging, harga riil
daging mpor, tariff impor dan kurs rupiah dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Berkaitan dengan hal tersebut perlu kebijakan kuota dan peruntukan
impor daging sapi agar tidak dipasarkan di pasar tradisional.
Hasil
simulasi kebijakan historik menunjukan bahwa kebijakan devaluasi nilai tukar
valuta asing, kebijakan penurunan suku bunga, peningkatan teknologi inseminasi
buatan dan peningkatan pendapatan perkapita akan meningkatkan produksi daging
dalam negeri dan harga daging domestik serta dapat mengurangi ketergantungan
terhadap daging sapi impor. Namun pada kebijakan menaikan harga sapi ditingkat
peternak akan dapat menurunkan populasi ternak akibat dari peternak akan
mengurangi pemeliharaan sapi karena harga bakalan menjadi tinggi. Berkaitan
dengan hal tersebut kebijakan menaikan harga sapi harus sejalan dengan
kebijakan penurunan suku bunga dan kemudahan akses pembiayaan oleh peternak.
Untuk
membentuk model yang lebih lengkap dari penawaran dan permintaan daging sapi di
Indonesia perlu penelitian lebih lanjutan yang mencakup industri pengolahan
daging dalam satu model struktural, Kebijakan penurunan tingkat suku bunga
perlu ditunjang oleh penelitian lanjutan untuk melihat keterkaitan antara sektor
riil dengan sektor moneter, sehingga kebijakan penurunan suku bunga tidak
mengurangi minat masyarakat dalam pembentukan modal dan mengakibatkan perlarian
modal keluar negeri.
PENDAHULUAN
Semakin
tingginya tingkat pendidikan dan pendapatan perkapita telah merubah preferensi
masyarakat yang cenderung untuk mengkonsumsi pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein dan
kalori bagi tubuh. Salah satu bahan pangan yang bergizi tinggi adalah daging,
secara nasional konsumsinya cenderung meningkat. Rata–rata konsumsi daging
nasional adalah 6.8 Kg/kapita/tahun sebagian besar dipenuhi dari dagingg unggas
yang mencapai 63 persen selanjutnya daging sapi mencapai 31 persen.
Namun
demikian, rata-rata konsumai daging sapi terus meningkat tiap tahunnya. Tahun 2011 meningkat sebesar 1.9
kg/kapita/tahun setara dengan permintaan daging sebesar 550,357 ton dan tahun
2012 menjadi 2.15 kg/kapita/tahun setara dengan 538,983 ton daging sapi segar,
sedangkan ketersediaan daging dalam negeri sebesar 505,477 ton dan sisanya dipenuhi
dari daging impor sebesar 33,506 ton. Belum dapat dipehuhinya permintaan daging
sapi dari produksi daging dalam negeri, maka untuk memenuhi permintaan tersebut
dilakukanlah impor sapi bakalan dan daging beku.
Impor
daging sapi juga didorong oleh tuntutan konsumen terhadap kualitas daging dan
harga daging impor yang lebih murah dibandingkan daging domestik. Dorongan
tersebut akan semakin kuat dengan semakin terbukanya perdagangan antar negara.
Secara agregat Indonesia merupakan net-importer produk-produk peternakan, akan
tetapi impor daging sapi pada awalnya hanya untuk segmen pasar tertentu seperti
hotel berbintang dan kedutaan asing, kini sudah memasuki supermarket dan pasar
tradisional pada beberapa daerah konsumsi utama (Ilham, 1998). Jika tidak ada
perubahan teknologi secara signifikan dalam proses produksi daging sapi dalam
negeri serta tidak adanya peningkatan populasi sapi yang berarti, maka
keseinjangan antara produksi daging sapi dalam negeri dengan jumlah permintaan
akan semakin melebar, sehingga berdampak pada volume impor yang semakin besar
(Hadi, et.al., 1999).
Impor
daging sapi juga menyebabkan daya saing peternakan dalam negeri menjadi kurang
bersaing karena harga daging impor lebih murah dan penampilannya lebih baik
disebabkan oleh manajemen produksi yang lebih efisien, disamping adanya dumping
price policy oleh negara pengekspor. Sedangkan di Indonesia, harga daging
relatif mahal sebagai akibat dari belum efisiennya usaha peternakan dalam
negeri, yang ditunjukan oleh tingginya biaya produksi dan biaya distribusi
ternak dari daerah sentra produsen ke daerah konsumen. Kondisi demikian
berdampak terhadap terhambatnya perkembangan peternakan dalam negeri yang masih
bersifat tradisional dan diusahakan sebagai usaha sampingan dan masih rendahnya
usaha peternakan dalam bentuk feedloter. Impor daging sapi juga akan menguras
devisa, seperti pada tahun 2011 nilai impor daging mencapai 234 juta atau 2,056
triliun rupiah dan tahun 2012 turun menjadi US$ 139 juta US$ atau 1,3 triliun
rupiah.
Berkaitan
dengan hal tersebut untuk mencukupi kebutuhan daging dalam negeri dan dalam
rangka meningkatkan daya saing peternakan dalam negeri pemerintah telah
mencanagkan program swasembada daging sapi pada tahun 2014. Usaha-usaha untuk
meningkatkan populasi dan produksi ternak
ditempuh melalui penyediaan bibit ternak yang cukup dengan mutu yang
baik, optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) dan kawin alam, pengembangan
teknologi pengolahan pakan, meningkatkan kelahiran dan menekan kematian anak
sapi, revitalisasi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan pelarangan pemotongan sapi
betina produktif, pengembangan Sarjana
Membangun Desa (SMD) dan pemberian kredit bersubsidi kepada peternak untuk
pengembangan peternakan (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012).
Program
swasembada daging sapi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri
sehingga ketergantungan terhadap impor dapat dikurangi. Berbagai program yang
telah dilaksanakan pemerintah tersebut diharapkan dapat meningkatkan populasi
dan produksi daging sapi dalam negeri dan dapat memenuhi permintaan konsumen
dalam negeri yang terus mengalami peningkatan. Faktor lain yang mempengaruhi
produksi daging sapi adalah faktor edafik dan klimatik.
Upaya
peningkatkan populasi sapi dalam negeri bertujuan untuk meningkatkan produksi
daging dalam negeri sehingga dapat memenuhi permintaan daging sapi dalam
negeri. Meningkatya produksi daging sapi
dalam negeri bertujuan untuk meningkatkan daya saing peternakan sapi potong
dalam negeri melalui peningkatan efisiensi dan minimasisasi biaya produksi.
Selanjutnya hal ini akan dapat meningkatkan kesejahteraan peternak yang 90
persen adalah rakyat.
PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR
ANALISIS
Perumusan Model
Model
permintaan dan penawaran daging sapi di Indonesia dibentuk dalam dua bagian besar
yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran daging sapi di
Indonesia mempunyai hubungan dengan populasi ternak sapi dan populasi ternak
sapi ditentukan oleh harga ternak sapi itu sendiri, suku bunga, musim serta
dukungan program pemerintah. Sedangkan dari sisi permintaan daging sapi di
Indonesia mempunyai hubungan dengan harga daging domestik, pendapatan
masyarakat/konsumen, harga komoditas lain yang berhubungan dengan komoditas
daging sapi, dan jumlah penduduk Indonesia.
Hubungan
peubah-peubah dalam penawaran dan permintaan daging sapi di Indonesia tersebut
dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini. Hubungan-hubungan tersebut akan diduga
dengan model ekonometrika.
Model Ekonomertika Komoditi Daging
Sapi
Model
ekonometrika adalah suatu pola khusus dari model aljabar, yaitu suatu unsur
yang sifatnya stochastic yang mencakup satu atau lebih peubah pengganggu
(Intriligator, 1978). Sedangkan model
adalah suatu penjelasan dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses
(Koutsoyiannis, 1997).
Gambar
. Diagram keterkaitan penawaran dan permintaan daging sapi di Indonesia
Populasi Sapi Potong
Dari
seluruh populasi sapi potong tidak semua akan dipotong untuk menghasilkan
daging, berdasarkan kajian Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementerian RI (2011) bahwa rata-rata berat sapi nasional 345,82 kg dengan
persentase karkas 50,84 persen. Upaya penggunaan teknologi Inseminasi Buatan (IB) diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas sapi potong di Indonesia. Disamping itu faktor
lain yang mempengaruhi perkembangan usaha ternak sapi adalah permodalan yang
akan terkait dengan suku bungan bank. Harga daging domestik juga dapat
meransang atau memotifasi peternak untuk meningkatkan usaha peternakannya
demikian juga dengan harga sapi itu sendiri, harga sapi yang cukup tinggi akan
dapat memotifasi peternak untuk meningkatkan usahanya namun dengan harga yang
tinggi peternk juga akan kekurangan modal untuk membeli sapi bakalan. Dengan
demikian persamaan penawaran daging sapi dapat diasumsikan sebagai berikut :
PSP
= a0 + a1IB + a2HS + a3HDD + a4SB + a5LPSP + u1……………………......(28)
dimana:
PSP = Populasi sapi (ekor/tahun)
IB = Teknologi produksi (000 dosis IB)
HS = Harga sapi dibagi indek harga konsumen
(Rp/Kg)
HDD = Harga Daging Sapi Domestik dibagi indek
harga konsumen (Rp/Kg)
SB = Suku bunga (%)
LPSP = Lag populasi Sapi potong (ekor)
u1 = Peubah pengganggu
Tanda
parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah sebagai berikut:
a3, a4, < 0; a1, a2, > 0; dan 0 < a5 < 1
Produksi daging Sapi Dalam Negeri
Produksi
daging sapi dalam negeri akan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi sapi
dalam negeri, curah hujan dan harga
daging sapi. Produksi daging sapi sangat terkait dengan pakan yang berkualitas
dan konsentrat sebagai sumber protein yang berfungsi untuk pembentukan daging.
Pada peternakan untuk program penggemukan, biasanya akan menggunakan pakan
kosentrat sedangkan pada peternak rakyat dengan skla kepemilikan 1-3 ekor
jarang yang menggunakan pakan konsentrat. Curah hujan sangat mempengaruhi
kualitas hijauan untuk pakan ternak yang sangat berpengaruh terhadap produksi
daging. Harga daging sapi akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi daging
sapi, persamaan produksi daging sapi adalah sebagai berikut :
QDS = b0 + b1PSP + b2CH + b3HDD + b4 LQDSt+ u2t ..................................(29)
dimana
:
QDS = Produksi daging domestik (ton/th)
PSP = Populasi sapi (ekor/th)
HDD = Harga Daging Domestik dibagi indek harga
konsumen (Rp/kg)
CH = Curah Hujan (000 mm)
LQDS = Lag produksi daging sapi dalam negeri (ton)
u2 = Peubah pengganggu
Tanda
parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah sebagai berikut :
b2
< 0 ; b1, b3 > 0 ; dan 0 < b4 < 0
Impor Daging Sapi
Secara
teori impor dapat terjadi karena adanya signal harga yang memberikan insentif
ekonomi bagi aktifitas perdagangan. Impor daging sapi mengalami peningkatan
seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat Indonesia, semakin
bertumbuhnya pasar ritel modern dan hotel-hotel di kota-kota besar di Indonesia
yang terangkum dalam permintaan daging sapi. Harga daging sapi dalam negeri
juga diduga berpengaruh terhadap impor daging serta harga impor itu sendiri
akan mempengaruhi impor. Dengan demikian impor daging sapi dapat dirumuskan
dalam persamaan berikut :
IDS
= c0 + c1HDD+ c2DDS + c3HI + c4TIt + c5KR + c6LIDS + u3t ………………(30)
dimana:
IDS = Impor daging sapi Indonesia (ton)
HDD = Harga Daging Domestik dibagi indek harga
konsumen (Rp/Kg)
DDS = Permintaan Daging Sapi (Ton/th)
HI = Harga daging Impor dibagi indek harga
konsumen Amerika (Rp/kg)
TI = Tarif impor (%)
KR = Kurs Rupiah (Rp/US$)
LQID = Lag impor daging sapi Indonesia
U3 = Peubah pengganggu
Tanda
parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah sebagai berikut:
c3,
c4 c5 < 0 ; c1, c2 > 0; dan 0 <
c6 <1
Total Penawaran Daging Sapi Dalam
Negeri
Penawaran
daging sapi dalam negeri didefinisikan sebagai penjumlahan dari total produksi
daging dalam negeri dengan total daging sapi impor. Istilah stock dalam
perdagangan daging sapi realtif terbatas dan dalam waktu singkat karena biaya
penyimpanan dengan cold strorage cukup mahal dan terbatas jumlahnya dan secra
umum stok pada daging sapi dalam bentuk sapi hidup. Persaaam penawaran daging
sapi dalam negeri sebagai berikut :
SDS
= QSP + IDS …………………………………...…………………………… (31)
dimana:
SDS
= Total penawaran daging sapi dalam
negeri (ton)
QDS = Total produksi daging dalam negeri (ton)
IDS = Impor daging sapi (ton)
Permintaan Daging Sapi Dalam Negeri
Permintaan
terhadap suatu barang sangat dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri dan
harga barang subsitusinya. Selain itu juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan
pendapatan. Harga komoditi lain yang akan dapat mempengaruhi permintaan daging
sapi adalah harga daging ayam, harga telur dan harga tempe. Harga telur diperkirakan
sebagai komoditi komplementer bagi daging sapi sedangkan daging ayam dan tempe
diperkirakan sebagai komoditi subsitusi.Persamaan permintaan daging sapi dalam
negeri dapat disimpulkan sebagai berikut :
DDS
= d0 + d1HDD + d2HA + d3HE + d4HT+ d5JP
+ d6PK + d7 LQDS +u4t........(32)
dimana
:
DDS = Permintaan daging sapi dalam negeri (ton)
HDD = Harga daging sapi domestik dibagi indek
harga konsumen (Rp/kg)
HA = Harga riil daging ayam dibagi indek
harga konsumen (Rp/kg)
HE = Harga riil teurl ayam dibagi indek
harga konsumen (Rp/kg)
HT = Harga rill tempe dibagi indek harga
konsumen (Rp/kg)
JP = Jumlah penduduk (000 jiwa)
PK = Pendapatan per kapita (Rp000)
LQDS = Lag permintaan daging sapi dalam negeri (ton)
u4 = Peubah pengganggu
Tanda
parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah sebagai berikut:
d2,
d3, d4 < 0; d1, d5, d6 > 0; dan 0 < d7 <1
Harga Daging Sapi Dalam Negeri
Harga
komoditas dipasar ditentukan oleh total penawaran dan permintaan (Henderson dan
Quandt, 1980). Model pasar yang demikian disebut dengan nilai equiblibrium,
dimana harga terjadi pada saat permintaan sama dengan penawaran. Selain itu
juga ada model disequilibrium, dimana harga merupakan peubah yang dipengaruhi
oleh beberapa peubah lain dalam bentuk
persamaan struktural (Labys, 1975). Harga daging sapi diperkirakan dipengaruhi
oleh penawaran daging sapi, penawaran daging impor dan permintaan daging sapi
dalam negeri. Dengan equilibrium persamaan dirumuskan sebagai berikut :
HDD
= e0 + e1 SDS + e2DDS + e3IDS+ e4LHDD + u5t …………………………..(33)
dimana
:
HDD = Harga daging domestik dibagi indek harga
konsumen (Rp/kg)
SDS = Penawaran daging sapi (ton)
DDS = Permintaan daging sapi (ton)
IDS = Impor daging sapi (ton)
LHDD=
Lag harga daging sapi dalam negeri
Tanda
parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah sebagai berikut:
e1,
e2, e3 > 0; dan 0 < e4 < 1
Metode
Pendugaan Model
Jika
persamaam dalam model struktural semunya over identified, maka persamaan ini
dapat diduga dengan metode LIML (Limited Information Maximum Likelihood), FIML
(Full Information Maximum Likelihood), 2SLS (Two Stage Least Squares) atau 3SLS
(Three Stage Least Squares) (Daris, 2002).
Tujuan penelitian harus disesuaikan dengan metoda di atas yaitu untuk
mendapatkan koefisien persamaan struktural secara simultan. Pendugaan parameter
secara simultan akan membantu simulasi kebijakan secara tepat dan efisien.
Dalam studi ini metode yang akan digunakan adalah two Stage Least Squart (2SLS)
atau Three Stage Least Squart (3SLS) sesuai dengan kebutuhan.
Sumber Data
Data
yang diperlukan antara lain data mengenai perilaku penawaran dan permintaan
daging sapi di Indonesia. Jenis data yang digunakan merupakan data sekunder
deret waktu (time series) mulai dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2012.
Data
time series bersumber dari Statistik Indonesia dengan berbagai penerbitan
diantaranya : Badan Pusat Statistik; Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan,
Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian RI;
Kementerian Keuangan; Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian
Perdagangan RI; Bank Indonesia dan berbagai literatur dari berbagai instansi
yang relevan dengan penelitian ini.
Simulasi Kebijakan
Analisis
simulasi kebijakan digunakan untuk menerangkan perilaku penawaran, permintaan
dan harga daging sapi domestik terhadap perubahan kebijakan dan faktor-faktor
eksternal dan dampaknya terhadap surplus produsen dan konsumen. Simulasi model
historik yaitu simulasi yang dilakukan
dalam periode pengamatan tahun 1992 – 2012 yang diterapkan adalah sebagai
berikut :
1.
Meningkatkan teknologi
Inseminasi Buatan (IB) dengan peningkatan dosis IB sebesar 10 persen.
2.
Menurunkan suku bunga
bank sebesar 5 persen.
3.
Menaikan harga sapi
sebesar 10 persen.
4.
Kebijakan devaluasi
tukar valuta asing sebesar 10 persen.
5.
Peningkatan pendapatan
perkapita penduduk indonesia sebesar 5 persen.
6.
Menurunkan harga daging
sapi domestik sebesar 15 persen.
HASIL PENDUGAAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Pendugaan Model
Model yang digunakan dalam studi ini adalah model
liner persamaan simultan. Model ini diduga dengan metoda pangkat dua terkecil
dua tahap (Two Stage Least Square =
2SLS), dan menggunakan data sekunder tahun 1993 - 2012. Untuk menguji apakah
masing-masing peubah eksogen berpengaruh nyata secara statistik terhadap peubah
endogen digunakan uji statistik t. Pengujian dengan menggunakan statistik t
dalam studi ini, apabila nilai statistik ǀ t ǀ lebih besar dari satu, maka
dianggap peubah eksogen secara statistik nyata mempengaruhi peubah endogen.
Untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas
pada setiap persamaan berpengaruh nyata secara statistik terhadap peubah
endogen, dilakukan uji t - statistik. Tabel 10 memperlihatkan nilai dan tanda
kooefisien parameter dugaan nilai t- statistik, R2, F serta nilai DW
dan Dh. Peubah yang mempunyai pengaruh berbeda nyata dengan nol pada taraf 5
persen, 10 persen, 20 persen, 25 persen, 50 persen dan besar dari 50 persen
ditandai masing-masing dengan huruf : A, B, C, D, E dan F. Parameter dugaan
yang tidak diberi tanda berarti tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Hasil pendugaan model menunjukan bahwa nilai
statistik DW berkisar antara 1.64 sampai
2.29 dan statisitk durbin h berkisar antara -0.08 sampai 1.93. Dengan demikian
ada persamaan yang mengalami serial korelasi, dimana serial korelasi hanya
mengurangi efisiensi pendugaan dan tidak menimbulkan bias koefisien regresi
(Pindyck and Rubinfeld, 1991). Hasil pendugaan model persamaan simultan dari
penawaran dan permintaan daging sapi di Indonesia adalah sebagai berikut :
Tabel 10. Hasil pendugaan parameter dan uji statistik
Model Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia, periode 1993-2012.
Persamaan/ peubah
|
Notasi
|
Parameter
dugaan
|
R2
|
DW
|
Dh
|
1.
Populasi Sapi Potong
-
Intersep
-
Harga Sapi
-
Inseminasi Buatan
-
Suku Bunga
-
Harga Daging Domestik
-
Lag Populasi Sapi potong
|
PSP
-
HS
IB
SB
HDD
LPSP
|
2.743480
-0.00449
0.469249 (A)
-0.00235
0.001926
0.682198 (A)
|
0.92
|
2.29
|
-1.15
|
2.
Produksi Daging Sapi Domestik
-
Intersep
-
Populasi Sapi
-
Harga Daging Domestik
-
Curah Hujan
-
Lag Produksi Daging Domestik
|
QDS
-
PSP
HDD
CH
LHDD
|
65.32599
21.28174 (D)
0.039111
0.031934
0.158989
|
0.45
|
1.76
|
1.00
|
3.
Permintaan Daging Sapi
-
Intersep
-
Harga Daging Domestik
-
Harga Daging Ayam
-
Harga Telur Ayam
-
Jumlah Penduduk
-
Pendapatan Perkapita
-
Harga Tempe
-
Lag Permintaan Daging Sapi
|
DDS
-
HDD
HA
HE
JP
PK
HT
LDDS
|
434.1624
-0.71823 (F)
2.360038 (F)
-0.87640 (E)
-1.32094
6.054195
0.452930
0.466530 (E)
|
0.59
|
2.17
|
-0.63
|
4.
Harga Daging Domestik
-
Intersep
-
Penawaran Daging
-
Permintaan Daging
-
Impor Daging Sapi
-
Lag Harga Daging Domestik
|
HDD
-
SDS
DDS
IDS
LHDD
|
-124.450
-8.16863
8.667023
-0.558507
0.730119 (A)
|
0.80
|
1.97
|
0.08
|
5.
Impor Daging Sapi
-
Intersep
-
Harga Daging Domestik
-
Permintaan Daging Sapi
-
Harga Daging Sapi Impor
-
Tarif Impor Daging
-
Kurs Rupiah
-
Lag Impor Daging Sapi
|
IDS
-
HDD
DDS
HI
TI
KR
LIDS
|
-3.95295
0.332062 (A)
0.116966 (F)
-26.8609 (A)
0.429133
-5.17938 (D)
0.541063 (C)
|
0.78
|
1.64
|
1.94
|
Keterangan
: A = Berbeda nyata pada taraf 5
persen
B = Berbeda nyata pada
taraf 10 persen
C = Berbeda nyata pada
taraf 20 persen
D = Berbeda nyata pada
taraf 25 persen
E = Berbeda nyata pada
taraf 50 persen
F = Berbeda nyata pada taraf >
50 persen
Secara umum koefisien determinasi R2 cukup
tinggi kecuali pada persamaan Produksi daging sapi sebesar 0.46 dan persamaan
permintaan daging sapi sebesar 0.59, sedangkan yang lain berkisar 0.78 sampai
0.92. Sedangkan nilai statisitk F mempunyai nilai 2.03 sampai 45.25, dengan demikian
koefisien R2 untuk masing-masing persamaan menunjukan bahwa variasi
peubah endogen dapat dijelaskan dengan baik oleh variasi peubah-peubah penjelas
(explanatory variabeles).
Tabel 11. Elastisitas jangka pendek dan jangka panjang
peubah-peubah yang terdapat
dalam model penawaran dan permintaan daging sapi di Indonesia.
Persamaan/ peubah
|
Notasi
|
Parameter dugaan
|
Elastisitas
|
Jangak Pendek
|
Jangka Panjang
|
1.
Populasi Sapi Potong
-
Harga Sapi
-
Inseminasi Buatan
-
Suku Bunga
-
Harga Daging Domestik
|
PSP
HS
IB
SB
HDD
|
0.00449
0.469249
-0.00235
0.001926
|
-0.0002
0.0254
-0.0001 0.0001
|
0.0004
0.0799 -0.0004
0.0003
|
2.
Produksi Daging Sapi Domestik
-
Populasi Sapi
-
Harga Daging Domestik
-
Curah Hujan
|
QDS
PSP
HDD
CH
|
21.28174
0.039111
0.031934
|
70.5831
0.1297
0.1059
|
83.9265
0.1542
0.1259
|
3.
Permintaan Daging Sapi
-
Harga Daging Domestik
-
Harga Daging Ayam
-
Harga Telur Ayam
-
Harga Tempe
-
Jumlah Penduduk
-
Pendapatan Perkapita
|
DDS
HDD
HA
HE
HT
JP
PK
|
-0.71823
2.360038
-0.8764
0.45293
-1.32094
6.054195
|
-0.3320 1.0908
-0.4051
0.2094
-0.6106
12.8724
|
-0.6223
2.0448
-0.7593
0.3924
-1.1445
24.1295
|
4.
Harga Daging Domestik
-
Penawaran Daging
-
Permintaan Daging
-
Impor Daging Sapi
|
HDD
SDS
DDS
IDS
|
-8.16863
8.667023
-0.558507
|
-1.341
1.423
0.09
|
-4.969
5.272
0.34
|
5.
Impor Daging Sapi
-
Harga Daging Domestik
-
Permintaan Daging Sapi
-
Harga Daging Sapi Impor
-
Tarif Impor Daging
-
Kurs Rupiah
|
IDS
HDD
DDS
HI
TI
KR
|
0.332062
0.116966
-26.8609
0.429133
-5.17938
|
0.9644
0.3397
-78.01
1.2463
-15.042
|
2.1013 0.7402
-169.97
2.7155
-32.775
|
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek
nilai koefesien elastisitas berkisar antara 0.0001 sampai 70.58, sedangkan
dalam jangka panjang nilai koefisien elastisitas jangka panjang berkisar antara
0.0003 sampai 169.97. Pada umumnya dalam jangka pendek dan jangka panjang harga
daging sapi domestik bersifat inelastis kecuali pada persamaan impor daging
sapi dalam jangka panjang bersifat elastis.
Pendapatan perkapita dalam jangka pendek, bersifat inelastis terhadap
permintaan daging sapi sedangkan dalam jangka panjang besifat elastis.
Pembahasan Model Dugaan
Pendugaan parameter dilakukan terhadap lima persamaan struktural dan
satu persamaan identitas. Penjelasan masing-masing persamaan akan dibahas
berikut ini :
Populasi Sapi Potong
Populasi sapi dari model yang diduga ditentukan oleh
harga sapi (HS), inseminasi buatan (IB), suku bunga (SB) dan harga daging
domestik (HDD). Inseminasi buatan berhubungan positif dan berpengaruh nyata
pada taraf 5 persen terhadap peningkatan populasi sapi potong dalam negeri,
serta berbeda nyata dengan nol. Pelaksanaan inseminasi buatan melalui
perbanyakan penyebaran straw
berakibat terhadap optimalisasi pelaksanaan pertumbuhan reproduksi ternak di
pedesaan. Menurut Udin (2004) kegiatan IB merupakan salah satu usaha untuk
peningkatan produksi ternak. Respon populasi sapi terhadap inseminasi buatan
adalah inelastis yang berkisar antara 0.02 sampai 0.07 untuk elastisitas jangka
pendek dan jangka panjang. Artinya bila penyebaran straw bertambah 10 persen maka dalam jangka pendek populasi sapi
meningkat 2 persen dan dalam jangka panjang meningkat sebear 7 persen.
Harga daging domestik berpegaruh positif terhadap
populasi sapi namun pengarunya tidak nyata. Respon populasi sapi terhadap harga
daging domestik bersifat inelastis yang berkisar antara 0.0001dalam jangka
pendek samapai 0.0003 dalam jangka panjang. Kurang responya populasi sapi
terhadap harga daging domestik disebabkan karena kepemilikan sapi potong
diusahakan oleh peternakan rakyat dengan kepemilikan rata-rata 2-5 ekor dan
merupakan usaha sambilan atau sebagai tabungan. Kegiatan peternakan sapi belum
menjadi kegiatan utama dalam kegiatan ekonomi sehingga penjualan sapi dilakukan
pada saat tertentu saja belum mengacu pada tingkat harga daging domestik yang
terjadi pada suatu waktu.
Selain itu harga sapi berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan populasi sapi dalam negeri dan tidak berpengaruh nyata, dengan
nilai elastisitas jangka pendek -0.0002 dan dalam jangka panjang 0.0004. Harga
sapi yang tinggi menyebabkan peternak dengam modal kecil tidak mampu untuk
membeli bakalan baru untuk digemukan, namun
dalam jangka panjang akan dapat meningkatkan populasi sapi.
Suku bunga bank berpengaruh negatif terhadap populasi
sapi namun pengaruhnya tidak nyata. Hubungan populasi ternak dengan suku bungan
bersisfat inelastis yang berkisar antara -0.0001 dalam jangka pendek dan
-0.0004 dalam jangka panjang. Umumnya peternak belum banyak yang mengakses
modal kerja ke perbankan, peternak menggunakan bank hanya untuk menabung hasil
usahataninya. Penggunaan fasilitas kredit berkaitan juga dengan tingkat
kemudahan prosedur mendapatkan kredit di lembaga pembiayaan formal. Menurut
Supriatna (2009) petani umumnya tidak dapat mengakses lembaga pembiayaan
komersil yang berbunga rendah karena tidak memiliki agunan sertifikat tanah dan
jaminan pengembalian kredit bulanan serta pengajuan kredit yang rumit.
Produksi Daging Sapi
Produksi daging sapi diduga ditentukan oleh populasi
sapi, harga daging sapi, dan curah hujan yang berpengaruh positif terhadap
produksi daging sapi. Populasi sapi berpengaruh positif dan nyata pada taraf 25 persen, sejalan
dengan penelitian Kariyasa (2000:11) populasi sapi responsif terhadap produksi
daging sapi. Perubahan populasi sapi terhadap produksi daging bersifat elastis
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang yang berkisar antara 70.5
sampai 80.9. Artinya peningkatan populasi sapi sangat berpengaruh besar
terhadap peningkatan produksi daging sapi baik dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang. Salah satu permasalahan perdagangan sapi potong di Indonesia
adalah tingginya biaya trasportasi dari daerah sentra ternak ke sentra konsumen
sehingga harga daging ditingkat konsumen sangat tinggi.
Teori lain menyebutkan adanya pola dari peternak, yang
tidak akan menawarkan sapinya ke pasar jika belum merasa ada keuntungan yang
wajar yang harus mereka terima dari perbedaan harga daging dengan harga ternak
yang terlalu tinggi. Ilham (1998) Selisih harga daging dengan ternak sapi
memberikan pengaruh yang nyta pada taraf 1 (satu) persen terhadap penawaran
peternakan rakyat.
Curah hujan berpengaruh positif terhadap produksi
daging sapi namun pengaruhnya tidak nyata. Curah hujan yang cukup sangat
dibutuhkan utuk memproduksi hijaun makan ternak yang berkualitas tinggi serta
air minum untuk ternak akan dapat tercukupi. Peternakan sapi di NTT dan NTB
pada umumnya dilepas di padang pengembalaan sehingga kebutuhan air hujan sangat
diperlukan agar tidak terjadi kekeringan. Tidak nyatanya pengaruh curah hujan
adalah karena pada umunya peternakan di pulau Jawa dan Sumatera sudah
dipelihara secara intensif jadi kebutuhan pakan hijauan sudah dikelola dengan
manajemen pakan yang baik dan kebutuhan air minum sudah dengan sistem irigasi
atau sumur. Berbeda dengan temuan Ilham (1998) curah hujan berpengaruh negatif
terhadap penawaran peternakan rakyat, karena pada saat curah hujan tinggi
hiajauan makanan ternak melimpah sehingga peternak memanfaatkan kondisi
tersebut untuk kegiatan penggemukan ternak dan mengurangi penjualan sapi.
Harga daging domestik juga berpengaruh positif
terhadap produksi daging namun tidak berengaruh nyata. Elastisitas harga daging
domestik terhadap produksi daging adalah 0.12 dalam jangka pendek dan 0.15
dalam jangka panjang. Tingginya harga daging domestik belum menjadi faktor
utama untuk meningkatkan produksi daging dalam negeri, karena sistem peternakan
besar belum berorientasi bisnis dan juga dengan tinggonya harga sapi,
permintaan terhadap daging sapi berkurang sehingga dapat juga mengurangi jumlah
pemotongan sapi.
Penawaran Daging Sapi
Perumusan model dari persamaan penawaran daging sapi
merupakan persamaan identitas yaitu antara produksi daging sapi dalam negeri
dan impor daging sapi. Dengan kata lain bahwa peningkatan produksi daging dalam
negeri dan impor daging sapi akan meningkatkan penawaran daging sapi di
Indonesia. Sebaliknya penurunan produksi daging dalam negeri dan mengurangi
impor daging sapi juga akan menurunkan penawaran daging sapi di Indonesia.
Permintaan Daging Sapi
Permintaan daging sapi dari model, diduga dipengaruhi
oleh harga daging itu sendiri, harga daging ayam, harga telur, harga tempe,
jumlah penduduk dan pendapatan perkapita. Permintaan daging sapi berhubungan
negatif dengan harga riil daging sapi dalam negeri, harga riil telur dan jumlah
penduduk serta berbeda nyata dengan nol. Telur ayam dalam hal ini merupakan
komoditi yang bersifat komplemen dari daging sapi dalam konsumsi masyarakat.
Keberadaan daging sapi sebagai bahan konsumsi sejalan
dengan konsumsi telur ayam. Ada kecenderungan konsumen untuk memakan daging dan
telur ayam dalam waktu bersaan atau untuk industri olahan. Jumlah penduduk tidak berpengaruh positif
terhadap permintaan daging sapi, hal ini disebabkan bahwa yang mengkonsumsi
daging sapi adalah kalangan ekonomi menengah ketas dan warga Negara asing,
sedangkan masyarakat kalangan menengah ke bawah mengkonsumsi daging sapi pada
waktu-waktu tertentu saja misalnya peringatan hari-hari besar agama atau
pelaksanaan pesta adat. Kenyataan ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang
dilakukan Susastra (1987), Nasution (1983), Sudaryanto, Sayuti, Soedjana
(1995) dan Kariyasa (2002) yang
menyimpulkan bahwa pangan asal ternak, khususnya daging sapi masih merupakan
barang mewah bagi masyarakat Indonesia.
Sebaliknya harga ayam dan harga tempe merupakan
komoditas subsitusi daging sapi. Hal ini ditunjukan oleh hubungan positif kedua
peubah tersebut terhadap permintaan daging sapi, dengan nilai elastisitas untuk harga daging ayam
dalam jangka pendek bernilai 1.1472 dan 2.1505 untuk
jangka panjang, sedangkan untuk harga tempe dalam jangka pendek bernilai 12.8724 dan 12.8724 untuk jangka
panjang. Dengan demikian dalam jangka
pendek maupun jangka panjang perubahan harga daging ayam akan memberikan dampak
yang besar terhadap permintaan daging sapi. Hal ini berbeda dengan temuan
Kusumawardhani (1993), Dewi (1994),
Ilham, et al (2001) dan
Kariyasa (2002) menyatakan bahwa daging ayam merupakan komplemen untuk daging
sapi.
Peubah lain yang memberikan pengaruh
positif terhadap permintaan daging sapi adalah peubah pendapatan perkapita,
nilai elastisitas pendapatan sebesar 0.6421
dalam jangka pendek dan 1.2037
dalam jangka panjang. Artinya dalam jangka pendek permintaan daging sapi
tidak elastis terhadap pendapatan perkapita namun dalam jangka panjang
permintaan daging elastis dengan pendapatan perkapita. Sesuai dengan penelitian
Ilham (1998) pendapatan perkapitan berpengaruh nyata pada taraf 25 persen
terhadap permintaan daging sapi. Dengan demikian jika terjadi kenaikan
pendapatan masyarakat 10 persen maka dalam jangka pendek permintaan daging sapi
naik sebesar 6.4 persen dan dalam jangka panjang akan naik sebesar 12 persen.
Harga daging berpengaruh negatif terhadap permintaan
daging sapi pada taraf nyata diatas 50 persen. Elastisitas permintaan daging
sapi terhadap perubahan harga daging sapi dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang adalah bersifat inelastis yaitu berkisar antara -0.3491
sampai -0.6545. Dengan demikian dalam jangka pendek maupun jangka panjang harga
daging dalam negeri akan memberikan respon terhadap permintaan daging sapi.
Artinya adalah jika harga daging naik 10 persen makan akan terjadi penurunan
permintaan terhadap daging sapi sebesar 3.4 persen dalam jangka pendek dan 6.5
persen dalam jangka panjang.
Harga Daging Domestik
Harga daging domestik diduga dipengaruhi oleh
penawaran daging sapi, permintaan daging sapi dan impor daging sapi. Penawaran
daging berpengaruh negatif terhadap harga daging sapi domestik namun
pengaruhnya tidak nyata. Elastisitas harga daging domestik dalam jangka pendek
dan jangka panjang bersifat elastis terhadap perubahan penawaran daging sapi,
yang berkisar antara -1.41 samapi -5.22. Dengan demikian dalam jangka pendek
maupun jangka panjang perubahan penawaran daging akan berpengaruh besar
terhadap harga daging sapi domestik. Artinya jika penawaran daging naik 10
persen maka dalam jangka pendek harga daging akan turun 14 persen dan dalam
jangka panjang turun 52 persen.
Elastisitas harga daging domestik juga bersifat
elastis dalam jangka pendek dan jangkan panjang terhadap perubahan permintaan
daging sapi, yang berkisar antara 1.50 sampai 5.54 dan berpengaruh postif
terhadap harga daging sapi domestik. Dengan demikian dalam jangka pendek dan
jangka panjang perubahan permintaan daging akan berpengaruh besar terhadap
harga daging domestik. Artinya jika permintaan daging sapi naik 10 persen maka
dalam jangka panjang harga daging akan naik sebesar 15 persen dan dalam jangka
panjang naik 55 persen. Sejalan dengan penelitian Kariyasa (2000) bahwa
penawaran daging sapi berpengaruh negatif terhadap harga daging sapi domestik
dan permintaan daging berpengaruh positif terhadap harga daging sapi.
Impor daging sapi berpengaruh negatif terhadap harga
daging sapi domestik namun tidak berbeda nyata.
Elastisitas dalam jangka pendek berkisar antara -0.10 dan -0.36 dalam
jangka panjang. Jika impor daging sapi meningkat 10 persen maka dalam jangka
pendek harga daging domestik turun sebesar 1 persen dan dalam jangka panjang
turun sebesar 3.6 persen. Kebijakan impor yang bertujuan untuk memenuhi
segmetasi pasar tertentu dan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik pada
waktu-waktu tertentu, dengan harga yang lebih murah dapat menekan harga daging
domestik karena konsumen akan mensubsitusi daging domestik dengan daging impor
jika terjadi perbedaan harga yang tinggi (Iham, 1998).
Impor Daging Sapi
Impor daging sapi diduga dipengaruhi oleh harga daging
impor itu sendiri, harga daging domestik, permintaan daging sapi, tariff impor
dan kurs rupiah. Elastisitas impor daging sapi terhadap harga daging domestik
dalam jangka pendek dan jangka panjang bersifat elastis yang berkisar antara
0.96 sampai 2.10. Dengan demikian dalam jangka pendek dan jangka panjang
perubahan harga daging sapi akan berpengaruh besar terhadap impor daging sapi.
Artinya jika harga daging domestik naik 10 persen maka dalam jangka pendek
impor meningkat 9.6 persen dan dalam jangka panajang naik 21 persen.
Permintaan daging sapi berpengaruh positif terhadap
impor daging sapi nyata pada taraf >
50 persen. Elastisitas impor daging sapi terhadap perubahan permintaan daging
sapi dalam jangka pendek dan jangka panjang bersifat tidak elastis yaitu
berkisar antara 0.33 sampai 0.74. Dengan demikian perubahan nilai permintaan
daging sapi dalam jangka pendek dan jangka panjang tidak akan berpengaruh besar
terhadap impor daging sapi.
Tarif impor berpengaruh positif dan tidak nyata
terhadap impor daging sapi sedangkan nilai elastisitas impor daging terhadap
perubahan nilai tariff impor dalam jangka pendek dan jangka panajng bersifat
elastis yaitu berkisar antara -1.31 sampai -2.85. Dengan demikian perubahan
nilai tariff impor akan berpengaruh besar terhadap impor daging sapi.
Nilai kurs rupiah berpengaruh negatif terhadap impor
daging sapi nyata pada taraf 25 persen. Elasitisitas impor daging sapi terhadap
kurs rupiah dalam jangka pendek dan juga dalam jangka panjang bersifat elastis
yaitu berkisar antara -15.81 sampai -34.46. Dengan demikian perubahan nilai
kurs rupiah dalam jangka pendek dan jangka panjang akan berpengaruh terhadap
impor daging sapi. Jika nilai kurs rupiah naik sebesar 10 persen maka impor
daging akan turun 1.58 persen dalam jangka pendek dan 3.44 persen dalam jangka
panjang.
Harga daging impor berpagaruh negatif dan sangat nyata
terhadap impor daging sapi pada taraf 5 persen. Ealastisitas impor daging sapi
terhadap perubahan harga daging impor itu sendiri dalam jangka pendek dan
jangka panjang bersifat elastis yaitu berkisar antara -78.01 sampai -169.97.
Dengan demikian perubahan nilai harga daging sapi impor dalam jangka pendek dan
jangka panjang akan berpengaruh besar terhadap impor daging sapi. Jika harga
daging naik sebesar 10 persen maka impor daging sapi dalam jangka pendek akan
turun sebesar 7.8 persen dan dalam jangka panjang akan turun sebesar 16.9 persen
VALIDASI MODEL DAN
SIMULASI KEBIJAKAN
Simulasi kebijakan bertujuan untuk menganalisis
alternatif kebijakan, dengan cara mengubah nilai-nilai peubah kebijakan,
terhadap perubahan indikator-indikator kesejahteraan domestik. Simulasi
kebijakan historik statik dilakukan dari tahun 1993-2012 yang bertujuan untuk
mengevaluasi kebijakan terkait dengan penawaran dan permintaan daging sapi di
Indonesia. Simulasi kebijakan historik bertujuan untuk mengevaluasi perubahan
terhadap peubah-peubah kebijakan pada penelitian. Peubah-peubah kebijakan itu
antara lain, peningkatan teknologi inseminasi buatan, menurunkan harga daging
sapi domestik, menurunan suku bunga, meningkatkan nilai kurs rupiah, menaikan
harga sapi dan meningkatkan pendapatan perkapita.
Validasi Model
Validasi model
bertujuan untuk melihat apakah nilai pendugaan model sesuai dengan nilai aktual
dari peubah endogen. Tingkat kevalidan suatu model dapat dari beberapa
indikator, seperti Root mean Square Error
(RMSE), Root Mean Square Precent
Error (RMSE), statistik U dan nilai
koefisien determinasi atau R2 semua peubah endogen.
Validasi model secara historis dengan
menggunakan data sekunder tahun 1993-2012 ditunjukan pada tabel 12 Pada umumnya
suatu model valid jika nilai U dan Um sangat kecil. Menurut Pindyck
and Rubinfeld (1991) nilai Um tidak
boleh lebih dari 0.20. Jika model mempunyai nilai Um lebih besar
dari 0.20 maka model tersebut perlu direvisi atau diulangi.
Pada tabel 12 diketahui bahwa peubah endogen
harga daging domestik dan impor daging sapi mempunyai nilai RMSPE yang lebih
besar dari 20 persen. Sedangkan nilai U dan Us pada umumnya berada
dibawah 0.20 persen untuk semua peubah endogen. Secara keseluruhan model tidak
mengalami kesalahan sistematik, karena nilai Um untuk semua peubah
endogen lebih kecil dari 0.20. Oleh karena itu model diduga dapat digunakan
untuk evaluasi kebijakan.
Tabel 12. Validasi model penawaran dan permintaan
daging sapi di Indonesia tahun
1993-2012.
Model
|
SDS
|
PSP
|
QDS
|
DDS
|
HDD
|
IDS
|
RMSE
|
41.6434
|
0.3388
|
41.9795
|
37.4011
|
34.4392
|
8.6767
|
RMSPE
|
9.5677
|
3.0102
|
10.1136
|
8.5804
|
25.3571
|
65.6822
|
U
|
0.0493
|
0.0142
|
0.0533
|
0.0444
|
0.0526
|
0.1231
|
Um
|
0.00
|
0.01
|
0.00
|
0.00
|
0.03
|
0.00
|
Us
|
0.03
|
0.03
|
0.03
|
0.05
|
0.00
|
0.01
|
Uc
|
0.97
|
0.97
|
0.97
|
0.95
|
1.00
|
0.99
|
Ur
|
0.03
|
0.00
|
0.08
|
0.01
|
0.00
|
0.01
|
Ud
|
0.97
|
1.00
|
0.92
|
0.99
|
1.00
|
0.99
|
R2
|
0.79
|
0.97
|
0.65
|
0.83
|
0.98
|
0.93
|
Keterangan : RMSE =
Root mean Square Error
RMSPE = Root
Mean Square Precent Error
U =
Theil’s inequality coefficient
PSP = Populasi Sapi Potong
QDS = Produksi Daging Sapi
DDS = Permintaan Daging Sapi
HDD = Harga Daging Domestik
IDS = Impor
Daging Sapi
Simulasi Kebijakan Historik
Simulasi kebijakan model ekonomi daging sapi
yang diterapkan dalam studi ini adalah : 1) Meningkatkan teknologi inseminasi
buatan 10 persen, 2) menurunkan suku bunga 5 persen, 3) menaikan harga sapi
10 persen, 4) devaluasi rupiah 5 persen,
5) menurunkan harga daging 10 persen, dan 6) pendapatan perkapita meningkat 5
persen.
Peningkatkan Teknologi
Inseminasi Buatan 10 persen
Inseminasi Buatan (IB)
merupakan teknologi reproduksi ternak dalam rangka mempercepat peningkatan
produksi dan perbaikan genetik ternak. Penggunaan teknologi IB adalah sebagai
upaya untuk memparbanyak semen sapi pejantan unggul untuk dapat disistribusikan
ke wilayah sentra-sentra produksi ternak. Semen sapi pejantan unggul akan
diencerkan dengan media pengencer sebagai nutrient dan selanjutnya disimpan
dalam straw. Perkembangbiakan sapi melalui Inseminasi Buatan diharapkan mampu
meningkatkan produktivitas ternaik baik kualits anak yang dihasilkan maupun
ketepatan jarak melahirkan (calving
interval).
Berdasarkan simulasi
peningkakatan penggunaan teknologi IB melalui perbanyakan penyebaran straw,
dapat meningkatkan populasi ternak sapi seperti terlihat pada tabel 13, dengan
peningkatan 10 persen penyebaran straw
untuk IB pada ternak sapi potong, dapat meningkatkan 2.03 persen populasi sapi
potong. Populasi berhubungan positif dengan produksi daging sapi, dengan
meningkatnya populasi sapi sebesar 2.03 dapat meningkatkan produksi daging
sebesar 0.05 persen sehingga dapat menurunkan impor daging sapi sebesar 0.2
persen. Tingginya produksi daging sapi dalam negeri menyebabkan penawaran
daging meningkat yang berpengaruh terhadap menurunnya harga daging sapi
domestik 0,07 persen sehingga permintaan daging sapi meningkat sebesar 0.05
persen.
Berdasarkan program
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian
(2012), penerapan teknologi IB difokuskan pada wilayah padat penduduk seperti
Pulau Jawa dan Sumatera sedangkan untuk wlayah Indonesia bagian Timur lebih
difokuskan pada kawin alam. Semen beku untuk Inseminasi Buatan di produksi oleh
Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang dan BIB Singosari dan untuk membantu
perbanyakan penyebaran straw sapi
potong di daerah sentra produksi, juga dikembangkan Balai Inseminasi Buatan
Daerah (BIBD).
Tabel 13. Peningkatan teknolgi Inseminasi
Buatan 10 persen
No
|
Peubah
|
Nilai simulasi dasar
|
Nilai simulasi kebijakan
|
Peubah
|
Unit
|
%
|
1
|
SDS
|
417.2
|
419.1
|
0.200
|
0.05
|
2
|
PSP
|
11.8298
|
11.9457
|
0.240
|
2.03
|
3
|
DDS
|
416.5
|
418
|
0.200
|
0.05
|
4
|
HDD
|
248.3
|
273.7
|
-0.200
|
-0.07
|
5
|
IDS
|
26.8306
|
26.3003
|
-0.054
|
-0.20
|
6
|
QDS
|
390.4
|
392.8
|
0.200
|
0.05
|
Keterangan : SDS =
Supplay Daging Sapi
PSP = Populasi Sapi Potong
DDS = Permintaan Daging Sapi
HDD = Harga Daging Sapi Domestik
IDS = Impor Daging Sapi
QDS = Produksi Daging Sapi
Penurunan Suku Bunga 5
persen
Suku bunga bank
merupakan faktor input bagi usaha yang menggunakan jasa perbankan untuk
mendapatkan modal. Simulasi penurunan suku bunga 5 persen yang meransang
tumbuhnya usaha dapat dilihat pada tabel 14. Penurunan suku bunga berarti
menurunkan biaya produksi sehingga diharapkan timbul minat peternak untuk
menambah populasi ternaknya sehingga jumlah daging yang ditawarkan atau
produksi dagng sapi dalam negeri mengalami peningkatan. Dengan menurunkan suku bunga 5 persen akan
dapat meningkatkan populasi ternak sapi potong sebesar 0.06 persen sehingga
dengan kenaikan populasi berdampak terhadap peningkatan produksi daging dalam
negeri sebesar 0.03 persen sehingga impor daging sapi 0.12 persen. Peningkatan
produksi dalam negeri menyebabkan supplai daging meningkat menjadi 0.02 persen
sehingga harga daging domestik turun menjadi 0.04 persen. Penurunan harga
daging domestik berpengaruh terhadap peningkatan permintaan daging sapi sebesar
0.02 persen. Kebijakan penurunan suku bunga akan menekan biaya produksi dan
biaya-biaya distribusi sehingga minat peternak untuk meningkatkan populasi
ternak semakin tinggi.
Tabel 14. Kebijakan penurunan suku bungan 5 persen
No
|
Peubah
|
Nilai simulasi dasar
|
Nilai simulasi kebijakan
|
Peubah
|
Unit
|
%
|
1
|
SDS
|
417.2
|
417.3
|
0.100
|
0.02
|
2
|
PSP
|
11.8298
|
11.8371
|
0.007
|
0.06
|
3
|
DDS
|
416.5
|
416.6
|
0.100
|
0.02
|
4
|
HDD
|
275.8
|
275.7
|
-0.100
|
-0.04
|
5
|
IDS
|
26.8306
|
26.7971
|
-0.034
|
-0.12
|
6
|
QDS
|
390.4
|
390.5
|
0.100
|
0.03
|
Harga Sapi Naik 10
persen
Harga sapi ditingkat
peternak menjadi hal yang mendasar dalam pengembangan peternakan, harga sapi
tinggi diharapkan dapat meningkatkan semangat peternak untuk meningkatkan
produksi ternak sapi, namun sebaliknya juga bisa menurunkan minat untuk
berusaha dibidang peternakan karena harga bibit untuk dikembangbiakan atau
bakalan untuk digemukan menjadi tinggi.
Tingginya harga sapi
menyebabkan peternak untuk meningkatkan penawaran ternaknya untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih tinggi, namun bagi peternak dengan modal kecil karena
harga sapi yang tinggi akan kesulitan untuk membeli ternak untuk bibit atau
untuk bakalan, sehingga peternak akan mengurangi populasi ternaknya.
Berdasarkan hasil
simulasi kebijakan menaikan harga sapi ditingkat peternak 10 persen dapat
menyebabkan populasi sapi turun sebesar 0,41 persen sehingga berpengaruh
terhadap produksi daging yang menurun sebesar 0,26 persen. Penurunan populasi
sapi akan terjadi dalam jangka pendek hal ini sesuai dengan elastistas populasi
sapi terhadap harga sapi yang bertanda negatif dalam jangka pendek. Menurunnya
produksi daging sapi dalam negeri berpengaruh terhadap berkurangnya penawaran
daging sapi sebesar 0.19 persen sehingga harga daging meningkat menjadi 0.33
persen. Harga daging yang tinggi menyebabkan permintaan terhadap daging
berkurang sebesar 0.14 persen. Tingginya
harga daging sapi dalam negeri menyebabkan impor daging sapi meningkat 0.82
persen.
Tabel 15. Harga sapi naik 10 persen
No
|
Peubah
|
Nilai simulasi dasar
|
Nilai simulasi kebijakan
|
Peubah
|
Unit
|
%
|
1
|
SDS
|
417.2
|
416.4
|
-0.800
|
-0.19
|
2
|
PSP
|
11.8298
|
11.7816
|
-0.048
|
-0.41
|
3
|
DDS
|
416.5
|
415.9
|
-0.600
|
-0.14
|
4
|
HDD
|
275.8
|
276.7
|
0.900
|
0.33
|
5
|
IDS
|
26.8306
|
27.0508
|
0.220
|
0.82
|
6
|
QDS
|
390.4
|
389.4
|
-1.000
|
-0.26
|
Kebijakan Devaluasi
Tukar Valuta Asing sebesar 10 persen
Kebijakan devaluasi
nilai tukar valuta asing (dollar USA) terhadap rupiah sebesar 10 persen akan
menyebabkan nilai nominal rupiah naik 10 persen. Nilai simulasi kebijakan
devaluasi nilai tukar valuta asing tersebut dapat dilihat pada tabel 16.
Tabel 16. Kebijakan Devaluasi Tukar Valuta
Asing sebesar 10 persen
No
|
Peubah
|
Nilai simulasi dasar
|
Nilai simulasi kebijakan
|
Peubah
|
Unit
|
%
|
1
|
SDS
|
417.2
|
414.3
|
-2.900
|
-0.70
|
2
|
PSP
|
11.8298
|
11.8357
|
0.006
|
0.05
|
3
|
DDS
|
416.5
|
414.3
|
-2.200
|
-0.53
|
4
|
HDD
|
275.8
|
278.8
|
3.000
|
1.09
|
5
|
IDS
|
26.8306
|
23.7305
|
-3.100
|
-11.55
|
6
|
QDS
|
390.4
|
390.6
|
0.200
|
0.05
|
Dari tabel 16 tersebut
dapat dilihat bahwa kebijakan devaluasi nilai tukar valuta asing sebesar 10
persen akan mengakibatkan impor daging sapi turun sebesar 11.55 persen.
Berkurangnya impor daging sapi
menyebabkan penawaran daging sapi berkurang 0.70 persen sehingga harga daging
sapi dalam negeri mengalami peningkatan sebesar 1.09 persen. Akibat dari
penigkatah harga daging sapi dalam negeri menyebabkan permintaan daging sapi
menurun sebesar 0.53 persen. Kebijakan devaluasi nilai tukar valuta asing
sebesar 10 persen juga dapat meningkatkan populasi sapi sebesar 0.05 persen
yang selanjutnya diikuti oleh peningkatan produksi dalam negeri sebesar 0.05
persen. Peningkatan produksi daging tidak signifikan untuk meningkatkan
penawaran daging sapi hal ini disebabakan oleh karena supplai daging dari impor
sangat berkurang dalam jumlah yang sangat besar.
Peningkatan Pendapatan
Perkapita Penduduk Indonesia Sebesar 5 persen.
Jika pertumbuhan
pendapatan perkapita penduduk Indonesia naik sebesar 3 persen, maka nilai
simulasi dari peningkatan penduduk perkapita penduduk Indonesia dapat dilihat
pada tabel 17 berikut ini.
Tabel 17. Peningkatan
Pendapatan Perkapita Penduduk Indonesia Sebesar 5 persen.
No
|
Peubah
|
Nilai simulasi dasar
|
Nilai simulasi kebijakan
|
Peubah
|
Unit
|
%
|
1
|
SDS
|
417.2
|
418.5
|
1.300
|
0.31
|
2
|
PSP
|
11.8298
|
11.8352
|
0.005
|
0.05
|
3
|
DDS
|
416.5
|
418
|
1.500
|
0.36
|
4
|
HDD
|
275.8
|
278.6
|
2.800
|
1.02
|
5
|
IDS
|
26.8306
|
27.9119
|
1.081
|
4.03
|
6
|
QDS
|
390.4
|
390.6
|
0.200
|
0.05
|
Dari tabel 17 tersebut
dapat dilihat bahwa dengan peningkatan pendapatan perkapita penduduk Indonesia
akan meningkatkan permintaan daging sapi sebesar 0.36 persen. Meningkatnya
permintaan daging sapi tersebut akan mengakibatkan meningkatnya harga daging
sapi dalam negeri 1.02 persen dan meningkatnya impor daging sapi 4.03 persen.
Peningkatan harga daging sapi sebesar 1.02 persen menyebabkan populasi sapi
meningkat 0.05 persen, dan meningkatnya produksi daging sapi sebesar 0.05
persen sehingga penawaran daging sapi meningkat sebesar 0.31 persen.
KESIMPULAN DAN APLIKASI KEBIJAKAN
Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis perlakuakn penawaran dan permintaan daging
sapi di Indonesia dengan menggunakan model ekonometrika. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah untuk meningkatkan produksi daging
sapi dan daya saing peternakan dalam negeri karena impor daging sapi masih
sangat tinggi dan cenderung meningkat setiap tahunnya.
Pendugaan
koefisein persamaan struktural menggunakan linear Two Stage Least Squares
(2SLS), masing-masing persamaan variasi peubah endogen dapat dijelaskan dengan
baik oleh variasi peubah-peubah penjelas (explanatory variabel) dan secara
bersama-sama peubah-prubah penjelas (explanatory variabel) berpengaruh nyata
terhadap peubah endogen. Validasi model dengan simulasi historik statis
menunjukan hasil yang cukup memuaskan.
Kesimpulan
Beberapa
kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1.
Populasi sapi
dipengaruhi oleh harga sapi, inseminasi buatan, suku bunga, harga daging
domestik dan lag populasi sapi. Inseminasi Buatan (IB) dan harga daging
domestik responsif terhadap peningkatan populasi ternak sapi potong. Untuk
meningkatan populasi sapi potong perlu untuk meningkatan pelayanan IB dengan memperbanyak
dosis (straw) yang disebarkan kepada para peternak. Kebijakan pemerintah untuk
mensubsidi biaya inseminasi buatan sangat baik untuk membantu dan meningkatkan
semangat peternak untuk melakukan IB ternaknya sehingga kegiatan produksi dan
reproduksi ternak dapat dikontrol dengan baik. Untuk mendukung perkembangan
informasi harga daging sapi perlu untuk membangun pusat-pusat informasi harga
daging di RPH atau pasar konsumen sehingga kenaikan harga daging ditingkat
konsumen dapat meningkatkan produksi daging sapi peternak. Harga sapi dan suku
bunga bank berpengaruh negatif terhadap populasi sapi sehingga kenaikan harga
sapi ditingkat peternak agar tidak terlalu tinggi karena akan dapat menurunkan
populasi sapi dan menurunkan produksi daging sapi dalam negeri karena peternak
tidak mampu untuk membeli sapi bakalan untuk digemukan kembali. Kredit
pembiayaan dengan bungan rendah perlu untuk ditingkatkan, karena para peternak
sudah mulai mengakses kredit pembiayaan untuk sapi potong namun masih
terkendala dengan tidak adanya agunan.
2.
Produksi daging sapi
berpengauh positif dengan populasi sapi, curah hujan dan harga daging sapi.
Semua faktor dugaan tidak ada yang responsif baik dalam jangka pendek maupun
dalam jangka panjang. Kebijakan peningkatan populasi untuk produksi daging sapi
harus didukung dengan kebijakan pasca panen dan distribusi agar memberikan
dampak yang nyata terhada produksi daging untuk memnuhi permintaan konsumen.
3.
Permintaan daging sapi
tidak responsif terhadap harga daging, harga telur dan jumlah penduduk.
Permintaan daging sapi responsif terhadap harga riil daging ayam dan harga riil
tempe dalam jangka pendek maupun jangka panjang sedangkan terhadap pendapatan
perkapita tidak responsif dalam jangka pendek tetapi responsif dalam jangka panjang.
4.
Harga daging domestik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang responsif terhadap penawaran
dan permintaan daging sapi serta tidak responsif terhadap impor daging sapi
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
5.
Impor daging sapi dalam
jangka pendek dan jangka panjang resposif terhadap harga daging domestik, harga
impor, tariff impor dan kurs rupiah. Sedangkan impor daging tidak responsif
terhadap permintaan daging sapi baik dalam jangka pendek maupun jangka
panajang. Perlu kebijkan stabilisasi harga agar harga domestik tidak terlalu
tinggi sehingga impor dapat dikurangi.
6.
Kebijakan teknologi
inseminasi buatan (IB) dengan perbanyakan penyebaran dosis straw akan dapat
untuk meningkatkan populasi ternak yang akan diikuti oleh peningkatan produksi
dan penawaran daging sapi yang akan dapat menekan harga daging domestik sehingga impor daging akan berkurang.
7.
Kebijakan menurunkan
tingkat suku bunga akan dapat meningkatkan populasi sapi dan dapat mengurangi
impor daging sapi.
8.
Kebijakan meningkatkan
harga sapi ditingkat peternak akan dapat menurunkan populasi ternak dan
produksi daging dalam negeri sehingga harga daging sapi menjadi tinggi yang
mengakibatkan impor daging juga semakin meningkat.
9.
Kebijakan devaluasi
tukar valuta asing akan meningkatkan populasi sapi mengurangi impor daging sapi
sehingga penawaran daging sapi juga menurun akibatnya harga daging sapi dalam
negeri menjadi meningkat. Akibat dari meningkatnya harga daging sapi akan
mengakibatkan permintaan daging menjadi turun.
10. Peningkatan
pendapatan perkapita akan meningkatkan permintaan daging sapi sehingga harga
daging dalam negeri menjadi meningkat akibatnya impor juga meningkat. Populasi
sapi dan produksi daging juga ikut meningkat tapi lebih kecil dari peningkatan
permintaan.
11. Kebijakan
menaikan IB akan menaikan surplus produsesn dan surplus konsumen serta dapat
menurunkan pengeluaran devisa negara. Dengan demikian kebijakan peningkatan IB
baik bagi produsen, konsumen dan negara.
12. Kebijakan
menurunkan suku bunga akan menaikan surplus produsen dan surplus konsumen serta
dapat menurunkan pengeluaran devisa negara. Dengan demikian kebijakan penurunan
suku bunga baik bagi produsen, konsumen dan negara.
13. Kebijakan
devaluasi nilai tukar valuta asing akan menaikan surplus produsen dan surplus
konsumen serta dapat menurunkan pengeluaran devisa negara. Dengan demikian
kebijakan menaikan harga sapi tingkat peternak baik bagi produsen dan konsumen
serta baik bagi negara.
14. Kebijakan
peningkatan pendapatan perkapita akan menaikan surplus produsesn dan surplus
konsumen serta dapat menaikan pengeluaran devisa negara. Dengan demikian
peningkatan pendapatan perkapita baik bagi produsen dan konsumen sebaliknya
tidak baik bagi negara.
Implikasi Kebijakan
Hasil
pendugaan dan analisis alternatif kebijakan dari model persamaan struktural
yang telah dibentuk dapat disarankan implikasi kebijakan sebagai berikut :
1.
Pengembangan teknologi
reproduksi sapi melalui inseminasi buatan (IB) perlu ditingkatkan untuk
meningkatkan populasi sapi. Pengembangan IB akan dapat mengontrol produksi dan
reproduksi sapi sekaligus akan dapat untuk memperbaiki genetik sapi potong yang
lebih produktif.
2.
Perlu untuk memberikan
subsidi permodalan bagi peternak melalui fasilitasi bunga bank rendah yang
mudah diakses oleh peternak.
3.
Kebijakan menaikan
harga sapi ditingkat peternak harus sejalan dengan subsidi sarana produksi
ternak dan kemudahan akses permodalan dari lembaga pembiayaan bank atau non
bank sehingga peternak mampu untuk meningkatkan produksi dan efisiensi produksi
4.
Perlu untuk mengatur
pola distribusi dan tataniaga sapi potong supaya lebih efisien sehingga
perbedaan harga sapi ditingkat peternak tidak jauh berbeda dengan harga daging
ditingkat konsumen.
5.
Kebijakan devaluasi
nilai tukar valuta asing perlu diiukuti dengan pengaturan harga daging domestik
agar daya beli konsumen tinggi untuk konsumsi daging.
6.
Peningkatan permintaan
daging sapi akibat dari meningkatnya pendapatan perkapita harus diimbangi
dengan peningkatan produksi sapi dan daging dalam negeri agar impor dapat dikurangi.
DAFTAR
PUSTAKA
Artiyati,
A. 2011. Penwaran Daging Sapi di Indonesia, Analisis Proyeksi Swasembada Daging
Sapi 2014. Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Branson
W.H and J.M. Litvack, 1981. Macroeconomic. 2nd. Ed. Harper and Row Publishers.
New York.
Badan Pusat Statisti, 2011
Daryanto, A. 2010. Daya saing
Industri Peternakan, IPB Press, Bogor.
Daris.
E. 2002. Analisis Penawaran dan Permintaan Jagung di Indonesia Melalui
Penekatan Ekonometrika. Disertasi Program Pascasarjana, Universitas
Padjadjaran.
Direktorat Jenderal
Peternakan. 2011. Statistik Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.
………………………………... 2003.
Statistik Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.
Doll.
J.P and F. Orazem. 1984. Production Economic : Theory with Aplication. Second
Ed. John Wiley & Son. Inc.New York.
Ilham,
N. 1998. Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia Suatu Analisis
Simulasi. Thesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Januarti, I.
2012. Permintaan dan Penawaran Daging Sapi di Indonesia. Thesis. Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.
Khoirunissa.
2008. Analisis permintaan daging ayam broiler konsumen keluarga di Kecamatan
Pancoran Mas Kota Depok. Skripsi. Progam Studi Sosial Ekonomi Peternakan.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Koutsoyiannis, A. 1975.
Modern Microeconomic. Halsted-Press Book Water 100. Ontario.
Labys,
W.C. 1975. Quantitive Models of Commodity Markets, Billinege Publishing
Company. Combrige, Mass.
Lipsey,
R.G, Paul N. Courant, D. Purvis, dan P.O. Steiner. 1995. Ekonomi Mikro.
Binarupa Aksara. Jakarta.
McConnell,
C.R. and Brue, S.L. 1990. Microeconomics. McGraw-Hill Publishing Company.
United State of America.
Purcell,
W.D. 1979. Agricultural Marketing, systems, coordination, Cash and Future Prices.
Reston, Virginia.
Samuelson,
P.A and Nordhaus, W.D. 2003. Ilmu Mikroekonomi Edisi 17. Terjemahan: Nur
Rosyidah, Anna Elly, dan Bosco Carvallo. PT Media Global Edukasi. Jakarta.
Sarwono,
B dan H. B. Arianto. 2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Simatupang,
P. Sudaryanto, T dan S. Mardianto. 1995. Livestock Supply Response in
Indonesia. Center for Agro Socio Economic Research, Bogor – Indonesia in
Coloboration with International Food Policy Research Institute, Wasihington
D.C. USA.
Sukirno, S. 1995. Pengantar
Teori Mikroekonomi. PT Raja Grafindo Perkasa. Jakarta
Arifin, B. 2013. Ekonomi
Pembangunan Pertanian. IPB Press. Bogor