I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu
sektor yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena didukung
oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam yang sangat baik dan beragam. Namun
demikian, ketersediaan berbagai sumberdaya hayati yang banyak tidak menjamin
kondisi ekonomi masyarakat akan lebih baik, kecuali bilamana keunggulan
tersebut dapat dikelola secara profesional, berkelanjutan dan amanah, sehingga
keunggulan komparatif (comparative advantage) akan dapat diubah menjadi
keunggulan kompetitif (competitive adventage) yang menghasilkan nilai
tambah (value added) yang lebih besar.
Salah satu produk pertanian sub
sektor perkebunan yang menjadi
bahan ekspor semenjak dahulu adalah gambir. Gambir (Uncaria Gambir (Hunter) Roxb) merupakan tanaman perdu setengan
merambat. Pemanfaatannya adalah sebagai bahan obat-obatan, pewarna alami dan
lain-lain. Tanaman gambir banyak terdapat di Sumatera seperti Aceh, Sumatera
Utara, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Sumatera Barat. Produksi gambir paling
banyak adalah di Sumatera Barat
bahkan 80 % produksi gambir nasional berasal dari daerah tersebut.
Sumatera Barat adalah barometer produksi gambir Indonesia
karena merupakan daerah sentra produksi gambir. Komoditas ini termasuk tanaman
khas daerah tropis dengan manfaat serbaguna. Prospek pasar dan potensi
pengembangannya cukup baik karena digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai
industri. Gambir banyak diusahakan dalam skala usahatani perkebunan rakyat di
Sumatera Barat dan termasuk dalam sepuluh komoditas ekspor utama provinsi ini.
Ekspor gambir Indonesia lebih dari 80 persen berasal dari Sumatera Barat,
disamping itu gambir juga diusahakan dalam skala yang lebih kecil di provinsi
lain seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan,
Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Maluku dan Papua (Nazir et al. 2007).
Disamping sebagai penyumbang devisa, usahatani gambir juga merupakan mata
pencaharian bagi lebih kurang 125.000
kepala keluarga petani atau sekitar 15 persen penduduk Sumatera Barat (Ermiati,
2004).
Pengembangan tanaman gambir masih dilakukan secara
tradisional, baik tehnik budidaya maupun pengolahan hasil. Peningkatan mutu
gambir dapat dicapai apabila teknik dan budidaya dilakukan dengan benar, cara
pemanennya yang tepat guna dan penanganan pasca panennya menggunakan peralatan
yang baik. Kondisi-kondisi tersebut diatas mendorong perlunya dilakukan
pengembangan industri pengolahan gambir melalui penerapan teknologi pengolahan
hasil meningkatkan daya saing, nilai tambah produk olahan perkebunan maupun
meningkatkan penghasilan petani dengan cara meningkatkan efisiensi pengolahan
serta menumbuh kembangkan usaha pengolahan yang baik sesuai dengan kebutuhan
pasar global.
1.2.
Perumusan
Masalah
Kegiatan pengembangan
agroindustri gambir masih sangat sederhana baru menjadi barang setengah jadi
dari kegiatan pengambilan ekstrak dari daun gambir yang sudah direbus. Petani
belum mendapatkan nilai tambah yang signifikan dari proses pengolahan tersebut,
sedangkan nilai tambahnya didapatkan oleh Negara yang mereekspornya. Potensi
gambir sebagai salah satu dari produk unggulan perkebunan dalam negeri yang
merupakan 80% pasokan gambir dunia berasal dari Indonesia. Namun pengolahan
gambir dalam negeri masih sangat sederhana dan tidak mengalami perubahan yang
berarti sejak sekitar tahun 150 tahun yang lalu,
yang hanya baru menghasilkan gambir asalan dengan mutu rendah dan tidak
seragam, sehingga menekan harga di pasar ekspor. Permasalahan mutu gambir juga menghambat pemasaran
gambir ke negara
importir yang relatif baru, terutama yang digunakan dalam
industri
farmasi, kosmetik dan senyawa-senyawa kimia baru yang bernilai tambah tinggi.
Berkaitan dengan era
globalisasi yang melanda dunia secara nyata menyebabkan bermunculan berbagai
norma dan aturan baru yang satu sama lain saling tergantung dan kadang-kadang
tidak terpisahkan. Saling ketergantungan antar negara dicirikan dengan semakin
terbukanya pasar dalam negeri terhadap produk-produk negara lain. Perubahan
kondisi perdagangan dunia menyebabkan semakin ketatnya persaingan antar
unit-unit bisnis di masing-masing negara untuk merebut pangsa pasar global yang
semakin terbuka.
Konsekuensi dari perubahan-perubahan
kondisi perdagangan tersebut menuntut dunia agroindustri Indonesia untuk tidak
hanya memiliki keunggulan komparatif, melainkan juga keunggulan kompetitif yang
tinggi, yang tercermin dengan mutu produk yang tinggi dan harga yang dapat
bersaing, walaupun mutu produk tinggi tidak harus disertai dengan teknologi
yang canggih, melainkan dengan disiplin sumberdaya manusia industrial yang
tinggi. Elemen mutu dan harga merupakan dua hal yang saling berkaitan. Mutu
produk yang tinggi akan mengakibatkan harga produk menjadi tinggi dan lebih
mampu bersaing di pasar global.
Mengingat permasalahan di atas memberikan isyarat bahwa kedepan
arah pengembangan perkebunan
gambir adalah pengembangan industri
yang terintegrasi antara seluruh hal yang terlibat dalam pengembangan industri gambir mulai dari kegiatan budidaya,
pasca panen dan pengolahan serta pemasaran.
1.3.
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari
tulisan adalah
:
1. Meningkatkan nilai tambah gambir melalui supply chain
management (SCM) agroindustri gambir di Sumatera Barat.
1.4.
Ruang
Lingkup
Ruang lingkup dari
kajian pengembangan agroindustri gambir adalah terdiri dari sejauh mana peran
penting agroindustri dan
pembangunan ekonomi, karekteristik produk gambir, penyebaran produksi gambir, agroindustri gambir, struktur pasar gambir dan
pengembangan nilai tambah gambir
melalui supply
chain management (SCM).
Tulisan ini berdasarkan pada kajian-kajian literatur dan
data-data yang dipergunakan merupakan data sekunder. Penulis tidak melakukan tinjauan langsung ke
lapangan untuk melihat proses dan memastikan validitas data yang diperoleh.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Agro
Industri
dan Pembangunan Ekonomi
Agroindustri merupakan industri yang pada umumnya mengandalkan sumber daya alam lokal
yang mudah rusak (perishable), bulky/volumineous,tergantung
kondisi alam, bersifat musiman, serta teknologi dan manajemennya akomodatif terhadap heterogenitas
sumber daya manusia (dari tingkat sederhana sampai teknologi maju) dengan
sumber bahan baku lokal yang tinggi (Supriyati, 2006). Agro industri mempunyai peran strategis dalam memenuhi kebutuhan pokok, perluasan lapangan kerja, pemberdayaan produksi dalam
negeri, sumber devisa, pengembangan sektor ekonomi lainnya, serta perbaikan
ekonomi di pedesaan (Direktorat Jendral IKAH, 2004).
Sektor
agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian
nasional. Sektor agribisnis menyerap lebih dari 75% angkatan kerja nasional termasuk didalamnya
21,3 juta unit usaha skala kecil berupa usaha rumah tangga pertanian. Apabila
seluruh anggota diperhitungkan maka sekitar 80% dari jumlah penduduk nasional
menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis. Peranan sektor agribisnis yang
demikian besar dalam perekonomian nasional memiliki implikasi penting dalam
pembangunan ekonomi nasional kedepan.
Sektor
pertanian yang handal merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Pengamatan empiris
menunjukan bahwa sebagian besar Negara hanya dapat mencapai tahapan tinggal landas
menuju pembangunan ekonomi berkelanjutan yang digerakkan oleh sector industri dan jasa setelah didahului oleh
kemajuan disektor pertanian (Rostow, 1960) dikutip dari (Priayarsono, 2010).
2.2.Karekteristik
Botani dan Morfologi Gambir
Gambir
(Uncaria gambir) merupakan spesies
tanaman berbunga genus Uncaria dalam family Rubianceae. Secara alami gambir
tumbuh di kawasan hutan dengan ketinggian 200 – 800 meter dari permukaan laut
yang memiliki curah hujan merata sepanjang tahun dan cukup cahaya matahari,
dengan suhu berkisar antara 26 – 280C serta kelembapan mencapai
70-80%. Daerah di sekitar khatulistiwa
dengan curah hujan 2500-3000 mm per tahun merupakan daerah yang sesuai dengan
pertumbuhan gambir. Tanaman gambir juga dapat tumbuh pada hampir seluruh semua jenis tanah dengan Ph 4.8-5.5
(Hadad et al., 2007) dikutip dari (Gumbira,. 2009).
Berdasarkan kareteristik
morfologinya, tanaman gambir termasuk tanaman perdu setengah merambat yang
memiliki batang berkayu. Batang tampak tegak memiliki tipe percabangan
simpoidal dan berwarna
coklat pucat. Pada tanaman yang sudah tua, lingkar batang pohon dapat berukuran
hingga 18 inci (36 cm) (Cantley,
1885).
Daun gambir tumbuh tunggal pada
tangkai batang dan saling berhadapan, bewarna hijau dan memiliki panjang 8 – 13
cm dan lebar 4-7 cm. Bentuk daun oval, bagian ujung meruncing, bagian tepi
bergerigi, dan permukaan tidak berbulu. Tanaman gambir memiliki bunga majemuk
berbentuk lonceng dan berwarna merah muda atau hijau yang tumbuh diketiak daun.
Bunga gambir memiliki panjang sekitar 5 cm dengan 5 helai mahkota bunga dan
buah gambir berbetuk bulat telur, berwarna
hitam memiliki panjang sekitar 1,5 cm dan dua ruang buah (Brown, 2009).
Sumatera Barat merupakan daerah
penghasil gambir terbesar secara nasional. Terdapat tiga tipe tanaman gambir di
Sumatera Barat yaitu tanaman gambir tipe Udang, Cubadak, dan Riau. Perbedaan
morfologi serta produktivitas ke tiga tipe tanaman gambir tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Morfologi Tanaman Gambir Tipe Udang, Cubadak, dan Riau.
Parameter
|
Tipe
|
||
Udang
|
Cubadak
|
Riau
|
|
Panjang
daun (cm)
|
11 - 17
|
11 - 14
|
10
- 14
|
Lebar
Daun
|
7 - 10
|
6 - 8
|
5
– 8
|
Jumlah
daun per ranting (lembar)
|
10 - 18
|
6 - 16
|
10
- 24
|
Jumlah
Ranting per cabang (buah)
|
5 - 9
|
4 - 8
|
6
– 11
|
Diameter
Batang (cm)
|
1,0 – 1,6
|
1,0 – 1,6
|
1,0
– 1,6
|
Diameter
Cabang (cm)
|
0,7 – 1,1
|
0,7 - 11
|
0,7
– 1,1
|
Diameter
Ranting(cm)
|
0,5 – 0,7
|
0,5 – 0,7
|
0,5
– 0,7
|
Bobot
daun dan per tanaman (kg)
|
4,5 – 7,0
|
4,2 – 7,3
|
4
– 7
|
Bobot
ranting per tanaman (kg)
|
6,5 – 7,0
|
6.0 – 6,5
|
5,5
– 6,0
|
Bobot
getah kering per Ha (kg)
|
750 - 1200
|
630
|
550
- 950
|
Sumber : Denian et al., (2005) dikutip dari (Gumbira,
2009).
2.3.Kandungan Kimia Gambir
Gambir menjadi bahan
obat-obatan dan kosmetika karena memiliki komponen kimia sebagai berikut :
a. Catechin
biasanya
disebut juga dengan asam catechoat dengan rumus kimia C15H14O6, tidak berwarna,
dan dalam keadaan murni sedikit tidak larut dalam air dingin tetapi sangat larut
dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat, hampir tidak larut dalam
koloroform, benzen dan eter.
b. Asam
Catechu Tannat merupakan anhidrat dari catechin,
dengan rumus kimia C15H12O5. Apabila catechin dipanaskan pada temperatur 110oC
atau dengan cara memanaskan pada larutan alkali karbonat, ia akan kehilangan
satu molekul air dan berubah menjadi Asam Catechu Tannat yang berupa serbuk
berwarna coklat kemerah-merahan, cepat larut dalam air dingin, alkohol, tidak
berwarna dalam larutan timah hitam asetat.
c. Pyrocatechol merupakan hasil penguraian dari zat
lain seperti catechin dengan rumus molekul C6H6O2, bisa larut dalam air,
alkohol, eter, benzen, dan kloroform. Jika dipanaskan akan membentuk catechol;
membentuk warna hijau dengan FeCl3; membentuk endapan dengan Brom; larutannya
dalam air cepat berwarna coklat; dapat mereduksi perak amoniakal dan Fehling.
d. Gambir Flouresensi merupakan bagian kecil dari gambir dan
memberikan flouresensi yang berwarna hijau, dapat dilihat apabila larutan
gambir dalam alkohol dikocok dengan petrolium eter dalam suasana sedikit basa.
e. Catechu Merah yaitu gambir yang memberikan warna
merah.
f. Quersetin adalah suatu zat yang berwarna kuning
yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan berupa turunan flavonol dengan rumus
molekul C15H10O7, disebut huga dengan melatin atau supheretin dan larut dalam
asam asetat glasial yang memberikan warna kuning, serta larut dalam air dan
alkohol, memberikan warna hijau dengan Fe3+ dan akan berubah menjadi warna
gelap dengan pemanasan.
g. Fixed Oil merupakan minyak yang
sukar menguap.
h. Lilin (malam) terletak pada lapisan
permukaan daun gambir. Merupakan monoester dari suatu asam lemak dan alkohol.
i.
Alkaloid
pada gambir terdapat
7 macam, yaitu dihidro gambirtaninna, gambirdina, gambirtanina, gambirina,
isogambirina, auroparina, oksogambirtanin(Hiller K dan Melzig, 2007)
2.4.Manfaat
dan Kegunaan Gambir
Kegunaan gambir pada
umunya yaitu untuk obat-obatan seperti mengobati mencret (daunnya), perut
mulas, eksema, disentri, radang gusi (getahnya), radang tenggorokan,
demam-kuning, batuk, haid banyak dan berdarah. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, gambir mempunyai efek
sebagai antioksida. Efek antioksidan tersebut dihubungkan dengan manfaat bagi
kesehatan manusia dalam mencegah resiko penyakit degeneratif seperti kanker,
jantung, diabetes, dan menghambat efek penuaan dini. Antioksidan juga
diaplikasikan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan yang secara alami
atau sengaja ditambahkan dalam produk pangan yang rentan terhadap oksidasi
(Gordon, 2001; Reische, Lillard, dan Eitenmiller, 2002).
Gambir merupakan salah satu bahan alami yang
menjadi sumber antioksidan alami. Senyawa antioksidan alami gambir adalah
senyawa fenolik yang merupakan golongan flavonoid yang memiliki aktivitas
antioksidan berupa katekin. Hasil penelitian Rauf, Santoso, dan Suparmo (2010)
menyatakan bahwa komponen utama ekstrak gambir adalah katekin. Aktivitas
antioksidan yang dimiliki gambir menempatkan gambir sebagai komoditas ekspor.
Luasnya pemanfaatan gambir yang digunakan sebagai bahan baku industri seperti
industri tekstil, industri kosmetik, industri farmasi dan makanan yang menjadi
indikasi adanya kandungan antioksidan dan antibakteri pada gambir sangat
potensial untuk dikembangkan dalam memperpanjang masa simpan produk pangan.
Pemanfaatan
gambir pada produk pangan selama ini masih terbatas sehingga menyebabkan gambir
belum dimanfaatkan secara optimal serta kurangnya pengetahuan masyarakat dalam
metode mengekstraksi gambir.
Pengetahuan masyarakat tentang gambir masih
terbatas berupa produk gambir komersil yang merupakan hasil ekstraksi daun
tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) yang dikeringkan, diolah
secara tradisional, diekstrak dengan metode basah menggunakan air sehingga
gambir yang ada dipasaran masih dalam bentuk bongkahan serta merupakan ekstrak
kasar. Ekstrak kasar tersebut, masih banyak terdapat komponen non fenolik
sebagai impurities yang keberadaanya tidak dikehendaki seperti klorofil
dan sellulosa. Komponen non fenolik tersebut akan mengganggu pengaplikasian
dalam produk pangan sehingga perlu diekstraksi lagi untuk mendapatkan ekstrak
gambir yang mengandung komponen fenolik bebas impurities serta memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi (Rauf dkk, 2010).
2.5.Penyebaran
Tanaman Gambir dan Perkebunan
Gambir di Indonesia
Tanaman gambir yang
termasuk jenis tanaman iklim tropis diperkirakan berasal dari wilayah Sumatera
dan Kalimantan. Tanaman tersebut
diketahui juga tumbuh di Malaysia, Singapura dan Indonesia. Di Malaysia dan
Singapura, tanaman gambir dibudidayakan sebagai tanaman perkebunan penting
hingga awal anad 20 dimana seiring dengan perkembangan industrialisasi
berpengaruh terhadap perkebangan tanaman gambir yang bergeser ke tanaman karet
dan nenas (Thulaja, 3003). Saat ini tanaman gambir di Indonesia dapat ditemui
di Kepulauan Riau, pantai timur Sumatera, Indragiri, Bangka, Belitung, Sumatera
Barat, dan Kalimantan Barat (Nuryeti et al., 1995).
Di pulau Sumatera,
terdapat empat provinsi yang sentra utama perkebunan gambir yaitu : Provinsi
Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera
Barat merupakan provinsi dengan luas areal perkebunan gambir rakyat terbesar di
Indonesia. Pualau lain yang memilik gambir rakyat adalah Provinsi Aceh dan
Bangka Belitung. Sentra perkebunan gambir di Sumatera Barat terdapat di
Kabuaten Limapuluh Kota dan Kabupaten Pesisir Selatan. Di daerah Kabupaten
Limapuluh Kota, daerah perkebunan gambir utama adalah Kecamatan Kapur IX,
Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kecamatan Bukit Barisan dan Kecamatan Lareh Sago
Halaban. Beberapa Kabupaten lain yang memiliki perkebunan gambir di Sumatera
Barat adalah Kabupten Padang Pariaman, Pasaman, Sawah Lunto Sijinjung dan
Kabupaten Agam.
Tabel 2. Sentra
Perkebunan Gambir di Indonesia
No
|
Provinsi
|
Kabupaten/ Kota
|
1
|
Aceh
|
Aceh Tenggara
-
Kecamatan Bandar (Desa Tengku Kute, Kute Ujung
-
Kecamatan Kotakace
|
2
|
Sumatera Barat
|
1.
Kabupaten Agam
2.
Kabupaten Pasaman
3.
Kabupaten Limapuluh Kota
-
Kecamatan Bukit Barisan
-
Kecamatan Guguk
-
Kecamatan Mungka
-
Kecamatan Payakumbuh
-
Kecamatan Lareh Sago Halaban
-
Kecamatan Harau
-
Kecamatan Pangkalan Koto Baru
-
Kecamatan Kapur IX
4.
Kabupaten Tanah Datar
5.
Kabupaten Padang Pariaman
6.
Kabupaten Solok
7.
Kabupaten Pesisisr Selatan
8.
Kabupaten Sijunjung
9.
Kota Padang
10.
Kabupaten Sawah Lunto
|
3
|
Sumatera Utara
|
1.
Kabupaten Dairi
-
Kecamatan Solok (Desa Tanjung Medan, dan Kuta Tinggi)
-
Kecamatan Si Empa Nempu Hulu (Desa Kuta Tengah)
-
Kecamatan Silima Pungga (Desa Kentara)
2.
Kabupaten Phakpak
|
4
|
Riau
|
Kabupaten Kampar
|
5
|
Bangka Belitung
|
Kabupaten
Sunggailat – Bangka
|
6
|
Sumatera Selatan
|
Desa Toman,
Kecamatan Babatan Toman Kabupaten Musi Banyuasin
|
7
|
Papua
|
Kabupaten Merauke
|
Sumber : Amos et al., 2005
Tabel 3. Lokasi Perkebunan Gambir di
Kabupaten Limapuluh Kota
No
|
Kecamatan
|
Luas
|
|
Kecamatan (km2)
|
Lahan Gambir (ha)
|
||
1
|
Kapur IX
|
723.36
|
5,682
|
2
|
Pangkalan Koto Baru
|
712.06
|
3,739
|
3
|
Suliki
|
136.94
|
354
|
4
|
Guguak
|
106.2
|
69
|
5
|
Lareh Sago Halaban
|
394.85
|
533
|
6
|
Mungka
|
83.76
|
566
|
7
|
Harau
|
416.8
|
497
|
8
|
Payakumbuh
|
99.47
|
130
|
9
|
Bukit Barisan
|
294.2
|
2,635
|
Total
|
14,205
|
Sumber : Website Kabupaten Lima Puluh
Kota 2011
2.6.Budi Daya Tanaman Gambir
Budidaya gambir pada umunya
dilakukan di daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 – 2000 m di atas
permukaan laut. Wlaupun demikian, tanaman gambir dapat dibudidayakan pada lahan
dengan ketinggian 200 – 800 m di atas permukaan laut, mulai dari toporafi agak
datar sampai lereng bukit (Wikipedia. 2007). Di daerah sentra tanaman gambir, kebun – kebun gambir rakyat
dapat ditemukan di daerah – daerah lereng perbukitan dengan kemiringan beragam,
mulai dari kemiringan yang rendah hingga sangat curam.
Bididaya gambir masyarakat dilakukan
secara sederhana atau semi intensif dengan beberapa focus kegiatan seperti
dijelaskan di bawah ini :
1. Pembibitan
Gambir
Bibit tanaman gambir dapat diperoleh
melalui pengembangbiakan secara vegetative atau generative.
a.
Pengembangbiakan
secara vegetative
Pengembangbiakan secara vegetative
terdiri dari dua metoda yaitu melalui stek dan penyambungan. Metode stek
dilakukan dengan memotong dahan yang telah berukuran besar dan memiliki dua
buah cabang atau lebih. Potongan dahan dengan panjang sekitar 50 cm kemudian
lansung ditanam pada hari yang sama atau direndam dalam air sebelum ditanam
pada hari berikutnya. Sebainya cara vegetative dilakukan pada musim hujan. Pada
cara pengembangbiakan dengan cara penyambungan, dahan pohon dilengkungkan dan
dimasukkan kedalam lubang ditanah dengan kedalaman 10 cm. Dahan yang telah
berada didalam lubang kemudian ditimbun tanah. Setelah sekitar tiga bulan akar
tanaman muncul pada dahan yang ditimbun. Dahan yang telah berakar tersebut
kemudian dipisahkan dari tanaman induknya dan ditanam pada lubang penaman yang
baru (Amos et al., 2055).
b.
Pengembangbiakan secara generative
Pengembangbiakan ini menggunakan biji
gambir merupakan yang paling banyak dilakukan petani gambir. Biji gambir yang
digunakan untuk pengembangbiakan diperoleh dari buah gambir yang sudah matang
pada tanaman gambir di hutan atau pohon gambir budidaya yang belum pernah
dipanen (Ermiaati, 2004)
Cara menghasilkan bibit tanaman gambir
dari biji buah gambir yang umum dilakukan oleh masyakarakat pembudidayaan
gambir.
1)
Penyiapan lahan dan tanah untuk persemaian
benih
Bisanya petani mengunakan lahan di
tebing pematang sawah untuk persemaian benih. Pematang sawah dibersihkan dari
rumput dan tumbuh-tumbuhan lainnya kemudian tanah dibasahi dengan air hingga
menjadi liat dan licin atau menjadi bencah (lumpur) agar biji gambir dapat
menempel. Kelembapan tanah dipertahankan, namun tidak sampai terendam air atau
terkena lansung air hujan karena dapat menyebabkan bibit gambir tidak akan
tumbuh.
2)
Penebaran benih
Biji gambir diperoleh dari buah gambir
matang yang telah dikeringkan terlebih dahulu. Biji gambir berbentuk serbuk,
sangat halus, dan memiliki bobot yang ringan. Biji gambir ditebarkan di lahan persemaian
dengan meniupkan biji gambir ke tanah penyemaian.
3)
Pembuatan atap penaung
Atap penaung yang terbuat dari anyaman
daun kelapa atau jerami digunakan untuk melindungi benih gambir dari panas
terik mata hari, air hujan, dan gangguan lainnya.
4)
Pemindahan bibit siap panen
Tunas dari biji gambir mulai tumbuh
pada usia dua sampai tiga minggu baru lansung ditaman di lahan kebuh atau
dipindahkan ke dalam wadah polybag hingga berumur delapan bulan.
2.
Persiapan lahan
Lahan untuk tanaman gambir memerlukan
pengolahan tanah yang baik, diawali dengan pembabatan se-mak belukar dan gulma.
Pembukaan areal pada hutan baru, perlu dilakukan penebangan pohon, kemudian
tebangan ditumpuk agar dapat dilakukan pengajiran. Pada lahan miring perlu
di-sengked menurut kontur dan lubang tanaman berbaris menurut kontur (dalam baris
rapat antar baris jarang). Setelah dibersihkan dilakukan pengajiran dan
pembuatan lubang ta-naman berukuran 40 x 40 x 40 cm atau minimal 30 x 30 x 30
cm dengan jarak yang ideal 2 x 2 m (2.500 tanaman/ha) yang memberikan produksi
tertinggi. Menurut Yuhono (2004) bahwa lubang tanam berukuran 30 x 30 x 30 cm
atau dibuat lubang tanam dengan cara di-tugal saja dengan jarak tanam
ber-variasi antara 2 x 2 m, 2 x 3 m atau 2,5 x 2,5 m. Sewaktu penggalian lubang,
tanah bagian atas yang masih mengandung humus dipisahkan dari bagian bawah
setelah 15 hari lubang ditutup kembali dengan tanah bercampur pu-puk organik
(kompos/pupuk kandang).
3.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman gambir
meliputi : penyiangan naungan disaat baru tanam sampai dengan umur 1,5-2 tahun,
kemudian pemupukan dan pe-ngendalian hama penyakit. Untuk menstabilkan produksi
tanaman gambir per-lu dilakukan upaya pemupukan yang teratur.
2.7.Supply
Chain Management (SCM)
Supply chain management (SCM) diartikan sebagai manajemen rantai suplai adalah sebuah ‘proses payung’
di mana produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut
struktural. Sebuah supply chain (rantai suplai) merujuk kepada jaringan yang
rumit dari hubungan yang mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk
mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen.(Kalakota, 2000).
Tujuan
yang hendak dicapai dari setiap rantai suplai adalah untuk memaksimalkan
nilai yang dihasilkan secara keseluruhan (Chopra, 2001). Rantai suplai yang terintegrasi akan
meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut.
III.
STRUKTUR
AGROINDUSTRI GAMBIR DI SUMATERA BARAT
3.1.
Struktur
dan Perilaku Pasar Gambir
Struktur pasar (market
structure) dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk maupun
perilaku yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan resultan atau saling
mempengaruhi perilaku dan keragaan suatu pasar. Ada empat faktor yang jadi penentu yaitu : jumlah dan ukuran perusahaan (isu
pangsa pasar dan konsentrasi
pasar ), kondisi dan keadaan produk (homogen atau deferensiasi), dan tingkat pengetahuan petani
dalam pemasaran hasil produknya. Struktur pasar juga dapat diartikan dengan
tipe dan jenis-jenis pasar yang secara garis besar dibagi atas dua kelompok
yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna.
Dalam pemasaran yang paling menjadi
dominan perhatian adalah efisiensi, baik cara pengukurannya maupun kriteria
yang dipakai. Setidaknya ada dua penentu efisien atau tidaknya suatu proses
pemasaran. Pertama, efisiensi pemasaran tidak mampu menunjukan ukuran yang
konsisten untuk mengukur efisiensi pemasaran secara keseluruhan. Kedua,
efisiensi pemasaran seringkali melupakan aspek kesejahteraan masyarakat (welfare
aspect of the society).
Dalam hal ini untuk meningkatkan efisiensi pemasaran dan
sekaligus juga memperhatikan welfare society, pendekatan dengan konsep
SCP (Structure- Conduct-Performance) merupakan pendekatan yang
bisa digunakan untuk mengurangi tidak efisiennya suatu pemasaran. Pendekatan
SCP adalah pendekatan organisasi pasar yang mencakup atau mengkombinasikan
semua aspek dari sistem pemasaran atau tataniaga yaitu: market structure,
market conduct dan market performance. Dasar paradigma SCP
dicetuskan oleh Mason (1939), yang mengemukakan bahwa struktur (structure)
suatu industri akan menentukan bagaimana para pelaku industri berperilaku (conduct),
yang pada akhirnya menentukan keragaan atau kinerja (performance)
industri tersebut.
a.
Struktur
Pasar
Struktur pasar (market structure) dapat diartikan
sebagai karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar
tersebut yang merupakan suatu resultan atau saling mempengaruhi perilaku dan
keragaan pasar. Antara lain ada empat faktor yang menjadi penentu yaitu: jumlah
dan ukuran perusahaan (isu pangsa pasar dan konsentrasi pasar), kondisi dan
keadaan produk (homogen atau diferensiasi), mudah atau sukarnya untuk masuk dan
keluar pasar atau industri (barrier to entry) dan tingkat pengetahuan
yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran. Struktur pasar dapat juga
diartikan sebagai tipe dan jenis-jenis pasar, yang secara garis besar dibagi
atas dua kelompok, yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar tidak bersaing
sempurna.
Pasar Persaingan Sempurna (PPS) adalah kondisi pasar
ideal dan kompetitif yang berjalan dengan efektif dan efisien dengan beberapa
asumsi yang harus terpenuhi yaitu: (1) ada sangat banyak penjual dan pembeli di
pasar, (2) tidak ada pelaku pasar yang dominan yang dapat mempengaruhi
pesaingnya di pasar, (3) penjual dan pembeli hanya price taker serta
tidak ada persaingan di luar harga, (4) tidak ada hambatan untuk masuk/keluar
pasar, dan (5) jenis produk homogen dan identik, serta semua partisipan pasar
mempunyai cukup informasi dan pengetahuan tentang produk dan harga. Sisi yang
berlawanan sangat ekstrim dengan pasar persaingan sempurna adalah pasar
monopoli dimana pasar dikuasai oleh satu penjual, berikutnya pasar oligopoli
(sedikit penjual) dan pasar monopolistik (banyak penjual). Jika diurutkan menurut
kedekatan karakteristik masing-masing pasar satu sama lain, maka struktur pasar
terdiri dari pasar persaingan sempurna, pasar monopolistik, pasar oligopoli dan
terakhir pasar monopoli.
Imperfect competition bisa
juga dilihat dari perspektif pembeli atau konsumen, sehingga selain ketiga
jenis pasar tidak bersaing sempurna tersebut (monopolistik, oligopoli dan
monopoli) juga dikenal struktur pasar monopsoni dan oligopsoni. Pasar monopsoni
menurut Kohls dan Uhl (2002), adalah pasar dimana hanya terdapat satu pembeli
atau kondisi dimana hanya ada satu perusahaan pengguna pada pasar input
tertentu dan oligopsoni adalah sebuah situasi pasar dimana hanya ada beberapa
pembeli dari satu produk atau komoditas (a few large buyers of a product).
Struktur pasar gambir yang terbentuk di Sumatera Barat
khusunya di Kab. Lima Puluh Kota adalah
pasar oligopsoni dari sisi pembeli. Hal ini dikarenakan jumlah petani jauh
lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah pedagang pengumpul. Akibatnya
petani cenderung menjadi pihak penerima harga (price taker) sesuai
dengan harga yang telah ditetapkan oleh pedagang pengumpul, daya tawar petani
dalam menentukan harga relatif rendah. Perbandingan antar jumlah pedagang
pengumpul dengan pedagang besar bila dilihat lagi di level pasar berikutnya
juga berbanding jauh sehingga juga cenderung mengarah pada pasar oligopsoni.
Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah pedagang besar yang ada di suatu
wilayah. Umumnya pedagang besar memiliki
daerah operasional yang tidak hanya terbatas di daerah domisilinya saja, tetapi
juga masuk ke daerah atau kecamatan sentra produksi lainnya baik secara
langsung dengan armada sendiri, maupun melalui perantara pedagang pengumpul
yang telah dimodali.
Struktur pasar gambir yang selama
ini terjadi dari petani pengolah cukup pendek dan bersifat pasar oligopsonI atau persaingan tidak sempurna ditandai
dengan sedikitnya jumlah pedagang dan sulitnya bagi pedagang baru untuk masuk.
Rantai tata niaga gambir ditunjukkan
pada Gambar 3.
Petani
|
Pedagang besar
|
Pedagang pengumpul
|
Eksportir
Lokal
|
Pedagang diluar Provinsi
Sumatera Barat
|
Gambar 3 . Saluran
Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota
b.
Perilaku Pasar
Perilaku pasar (market conduct) merupakan perilaku
partisipan (pembeli dan penjual), strategi atau reaksi yang dilakukan
partisipan pasar secara individu atau kelompok dalam hubungan kompetitif atau
negosiasi terhadap partisipan lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran tertentu.
Misalnya praktek-praktek bisnis yang dilakukan perusahaan dalam kebijakan
penentuan harga, promosi penjualan dan berbagai strategi penjualan lainnya yang
dilakukan untuk mencapai hasil pasar yang spesifik. Pada prinsipnya hubungan
pembeli dan penjual adalah hubungan persaingan, tetapi setelah ada kesepakatan
atau negosiasi, hubungan itu menjadi transaksi. Firdaus et al. (2008),
lebih lanjut menyebutkan bahwa perilaku pasar terdiri dari kebijakan kebijakan
yang diadopsi oleh pelaku pasar dan juga pesaingnya, terutama dalam hal harga
dan karakteristik produk. Perilaku pasar dapat dikelompokkan menjadi perilaku
dalam strategi harga, produk dan promosi. Perilaku antara lain juga bisa
dilihat dari tingkat persaingan ataupun kolusi antar partisipan di pasar. Beberapa indikator
dalam melihat perilaku pasar adalah :
(1) praktek pembelian dan penjualan, (2) proses pembentukan harga, (3)
praktek dalam menjalankan fungsi pemasaran yang sudah dibahas dalam analisis
struktur pasar sub bab lembaga pemasaran, serta (4) kerjasama antar lembaga
pemasaran.
Kecenderungan
yang dijumpai dari praktek jual beli yang dilakukan petani dan pedagang adalah
bahwa petani cenderung menjual hasil panennya kepada pedagang lokal yang sudah
dikenal baik atau minimal sudah pernah bertransaksi sebelumnya. Hal ini terjadi
karena: (1) adanya hubungan baik dengan pedagang yang bersangkutan, (2)
terbatasnya akses petani dengan pedagang yang berasal dari daerah di luar
wilayahnya, dan (3) adanya ketergantungan modal kerja dengan pedagang yang
bersangkutan terutama dalam kegiatan pengolahan. Selain pertimbangan kenal atau
tidaknya dengan siapa petani akan bertransaksi, pertimbangan lain adalah harga
yang ditawarkan pedagang, serta pemotongan kadar air yang ditawarkan pedagang,
atau dengan kata lain pertimbangan rasional dan memberikan keuntungan tertinggi
tetap menjadi acuan petani dalam melakukan transaksi, terutama petani yang
tidak memiliki keterikatan dan perjanjian dengan pedagang tertentu.
Penetapan
harga gambir dalam negeri dipengaruhi oleh harga yang ditetapkan oleh
pengekspor. Terdapat tiga tingkatan
harga jual gambir sesuai dengan tingkat rantai pemasarannya yaitu harga
ditingkat petani pengolah, haraga di tingkat pedagang dan harga ditingkat
eksportir. Eksportir telah terkebih dahulu menentukan harga dengan pihak
pembeli atau importer. Harga yang
ditetapkan oleh eksportir kepada pedagang pengumpul yang memasok gambir kepada
eksportir tersebut akan tetap sesuai dengan harga dalam kontrak perdagangan
dengan pengimpor selama kontrak tersebut belum terpenuhi. Bila waktu kontrak
yang disepakati mendekati waktunya, tetapi kuota gambir yang dipesan belum
mencukupi, biasanya eksportir secara mendadak menaikan harga pembelian gambir.
Harga gambir yang tinggi di pasar internasional tidak akan berpengaruh terhadap
peningkatan harga gambir disetiap rantai pemasaran gambir dalam negeri.
Ketentuan
harga ditingkat pedagang akan menjadi patokan pengumpul untuk mentapkan harga
gambir yang dibelinya kepada petani pengolah. Petani gambir tidak mementukan
harga jual gambir yang diproduksinya. Walaupun demikian petani tetap menjual
gambirnya kepada pedagang pengumpul desa dengan alasan lebih praktis dan
harganya tidak jauh berbeda dengan harga pasar local, serta tidak perlu
mengeluarkan biaya tambahan berupa ongkos transportasi ke pasar gambir.
Sulitnya
petani menentukan harga jual gambir disebabkan oleh karena minimnya informasi
yang dimiliki petani pengolah terkait perkembangan harga perdagangan gambir domestik maupun internasional. Akses terhadap
informasi harga gambir hanya dimiliki oleh pedagang besar atau eksportir,
sehingga pedagang besar maupun
eksportir memiliki kekuatan yang lebih besar dalam menetukan harga jual gambir
yang dipasok oleh pengumpul.
Pasar
domestik utama gambir terdapat di Sumatera dan Jawa. Gambir yang berasal dari
Sumatera Barat selain dipasok
untuk konsumsi lokal di Wilayah
Sumatera dikirimkan ke beberapa daerah di Jawa terutama Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Untuk ekspor gambir Indonesia sebagian besar berasal
dari Sumatera Barat dan sebagian kecil dari Sumatera Selatan dan Bengkulu.
Dengan 80 % pangsa pasar gambir dunia yang dikuasai, Indonesia termasuk Negara pengekspor
gambir terpenting di dunia. Berdasarkan data BPS (2008), ekspor gambir
Indonesia pada tahun 2006 mencapai sekitar 8.000 ton dengan nilai US$ 8,3 juta. India merupakan negara pengimpor gambir Indonesia terbanyak
yaitu sekitar 84% dari total gambir yang diekspor. Negara pengimpor gambir lainnya
yaitu Pakistan, Nepal dan Banglades.
Walaupun
Indonesia merupakan pengekspor gambir utama di dunia, namun volume dan nilai
ekspor gambir Indonesia mengalami fluktuasi dan tidak seluruh ekspor gambir ke negara tujuan menunjukan kondisi stabil ataupun pertumbuhan yang baik
setiap tahunnya. Penyebab utama kondisi tersebut dipengaruhi oleh kondisi mutu
produk gambir yang rendah sehingga harga di pasar juga menjadi rendah. Volume
dan nialai ekspor gambir Indonesia mengalami fluktuasi hal ini terlihat pada Tabel 4.
Berdasarkan
nilai jual gambir yang diekspor per kilogram bobotnya terdapat perbedaan harga gambir
di antara negara
tujuan ekspor gambir Indonesia. India yang menjadi pangsa pasar ekspor gambir
Indonesia terbesar tidak memberikan nilai ekspor gambir per kilogram yang
tinggi. Berbeda dengan nilai ekspor gambir per kilogram yang tinggi di Jepang
dan Hongkong walaupun volume gambirnya dari Indonesia hanya seperseribu volume
impor gambir India dari Indonesia. Tingginya nilai perkilogram bobot gambir yang
diimpor oleh Jepang dan Hongkong menunjukan tingginya mutu gambir tersebut. Negara-negara tersebut
membutuhkan gambir yang diperlukan dalam produk farmasi maupun kosmetik,
sehingga gambir yang diimpornya harus memiliki mutu yang tinggi. Pada Tabel 5 dapat
dilihat tujuh klasifikasi harga gambir ekspor Indonesia berdasarkan negara tujuan.
Tabel 4 .
Perkembangan Ekspor Gambir Indonesia pada tahun 2007 – 2008
Tujuan
|
Tahun
|
Persentase
perubahan Bobot dan Nilai ekspor (%)
|
||||||
2007
|
2008
|
a
|
b
|
|||||
Bobot (ton)
|
Nilai FOB (1000
US$)
|
Bobot (ton)
|
Nilai FOB (1000
US$)
|
Bobot (ton)
|
Nilai
FOB
|
Bobot (ton)
|
Nilai
FOB
|
|
Bangladesh
|
244.0
|
319.6
|
365.5
|
517.7
|
-32.8
|
13.3
|
33.2
|
38.3
|
Hongkong
|
34.5
|
114.0
|
26.9
|
72.3
|
95.3
|
97.8
|
-27.8
|
-57.7
|
India
|
12.221,4
|
20,824,1
|
15,044.6
|
31,587.8
|
45.1
|
66.2
|
18.7
|
34.08
|
Italia
|
40,250
|
56.8
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Jepang
|
3.5
|
11.3
|
7.6
|
1.8
|
-100.0
|
-266.3
|
54.2
|
-515.8
|
Korea
|
6.2
|
4.8
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Malaysia
|
37.4
|
26,7
|
41,5
|
9.4
|
86.6
|
77.5
|
9.7
|
-185.2
|
Nepal
|
375.0
|
604.8
|
232.0
|
278.6
|
33.3
|
39.4
|
-61.7
|
-117.0
|
Perancis
|
0.1
|
0.15
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Singapura
|
159.0
|
264.0
|
166.3
|
246.2
|
76.2
|
50.8
|
4.4
|
0.1
|
Sudan
|
11.2
|
2.8
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Taiwan
|
5.0
|
9.7
|
-
|
-
|
0.0
|
-0.26
|
-
|
-
|
Thailand
|
1.0
|
0.8
|
-
|
-
|
-16.0
|
-354.97
|
-
|
-
|
Uni Emirat Arab
|
-
|
-
|
28
|
13.9
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Yaman
|
6.0
|
11.5
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
a
: Pertumbuhan volume dan nilai ekspor gambir tahun 2007 dibandingkan
dengan tahun 2006.
b
: Pertumbuhan volume dan nilai ekspor gambir tahun 2008 dibandingkan dengan
tahun 2007
Data
diambil dari (Gumbira, 2009).
Tabel
5. Klasifikasi Harga Ekspor Gambir Tahun
2007
No
|
Negara
Tujuan
|
Kelas
Harga (Rp/Kg)
|
1
|
Jepang,
Hongkong
|
32,000
– 33,000
|
2
|
Taiwan,
Yaman
|
19,000
– 20,000
|
3
|
India
|
17,000
|
4
|
Singapura,
Nepal, Pakistan, Perancis dan Italia
|
14,000
– 16,000
|
5
|
Bangladesh
|
13,000
|
6
|
Malaysia,
Thailand, Republik Korea
|
7,000
– 8,000
|
7
|
Sudan
|
2,500
|
(1 USD = Rp 10,000)
Disadur dari (Gumbira, 2009)
3.2.
Supply
Chain Management
(SCM) Industri Gambir
SCM menunjukan pada
manajemen keseluruhan proses produksi, distribusi dan pemasaran dimana konsumen
dihadapkan pada produk-produk yang sesuai dengan keinginannya dan produsen
dapat memproduksi produk-produknya dengan jumlah, kualitas, waktu dan lokasi
yang tepat. Produk olahan gambir yang berguna dalam bahan pembuatan
obat-obatan, kosmetik, pewarna alami, dan sebagai penyamak kulit diperkirakan
permintaan akan meningkat sehingga menuntut produk olahan gambir yang
berkualitas dengan atribut-atribut yang diinginkan konsumen.
Untuk membangun
industri
gambir yang memiliki nilai tambah yang besar, maka dengan strategi
SCM, struktur yang tersekat dan terpisah harus ditransformasikan kepada
struktur integrasi yang vertikal.
Hal itu diperlukan untuk memudahkan untuk memadukan subsistem hulu sampai
dengan hilir dalam satu kesatuan manajemen. Pembangunan sistem yang terintegrasi dalam industri gambir merupakan upaya untuk meningkatkan
daya saing dan nilai tambah. Upaya tersebut dilakukan dengan mengakomodasi
pelaku-pelaku industri
gambir dari setiap subsitem yang ada. Dengan adanya SCM akan memberikan keuntungan antara lain :
1. Adanya
penambahan nilai antara lain meliputi kesesuaian dengan pesanan, ketepatan
dalam distribusi dan kesesuaian dalam pembebanan biaya produksi
2. Pengurangan
biaya transaksi yang berdampak pada timbulnya respon terhadap pasar yang lebih
berorientasi kepentingan pedangan pengumpul
3. Pengurangan
resiko bisnis, yaitu memberikan jaminan
pemasaran produk dan peningkatan efesiensi.
Dalam membangun menerapkan
dan membangun strategi SCM pada agroindustri
gambir, beberapa hal penting yang menjadi perhatian adalah dengan
mengintegrasikan aktifitas primer dengan aktifitas perusahaan. Adapun aktivitas
primer terkai dengan kegiatan pembibitan, produksi/ budidaya, penanganan pasca
panen, pengolahan, distribusi, sistem
pemasaran, dan servis konsumen.
Sedangkan aktivitas pendukung adalah infastruktur
perusahaan, manajemen SDM , pengembangan teknologi dan pembelian.
Industri Katechin
|
Petani/gapoktan
|
Petani/gapoktan
|
Petani/gapoktan
|
Industri/ hulu Pengolahan gambir asalan (rumah kempa
|
Industri farmasi obat-obatan/ kosmetika dll
|
Kemitraan
|
Kemitraan
|
Industri penunjang
|
Gambar 4 .
Skema SCM produk gambir dari petani pengolah sampai ke
industri akhir
3.3.
Industri
Penggerak Utama/ Prime Mover
Gambir pada umumnya pada tingkat petani pengolah lebih
cenderung untuk pembuatan gambir
dalam bentuk bootch (bentuk tabung silinder). Proses produksi gambir umumnya ditingkat petani. Rangkaian kegiatan produksi gambir di rumah kempa di
tingkat petani ditunjukkan Gambar 5.
Pemanenan daun gambir
|
Pengangkutan gambir ke rumah kempa
|
Perebusan
|
Pengepresannn
|
Pengendapan
|
Penirisan
|
Pencetakan
|
Pengeringan
|
Proses Pengolahan di Rumah Kemapa
|
Gambar 5. Rangkaian kegiatan produksi gambir di rumah
kempa
Pohon
industri gambir mempunyai cakupan yang cukup luas dan mempunyai prospek yang
bagus dalam agroindustri. Hasil gambir
dari petani dalam bentuk gambir asalan dapat diolah lebih jauh menjadi senyawa
kimia yang selanjutnya dapat digunakan untuk biofarmaka, kosmetika dan
biopestisida. Nilai gambir akan menjadi
lebih tinggi apabila telah diolah lebih lanjut tidak sekedar menjadi gambir
asalan saja. Rentang pohon industri
gambir ditunjukkan pada Gambar 6.
Pohon Gambir
|
Ranting Gambir
Muda
|
Daun Gambir
|
Batang Gambir
Tua
|
Kompos (Dari daun sisa
ekstraksi)
|
Gambir Asalan
|
Kayu Bakar
|
Pelet Kayu
|
Gambir untuk menginang
|
Campur Pakan Sapi Pedaging
|
Produk Utama
|
Adesive
|
Gambir Murni
|
Gambir
Terstandarisasi
|
Katekin
|
Tanin
|
Produk
Biofarmaka/
Sediaan
|
Produk nano gambir
|
Biopestisida
|
Kosmetika
|
Biofarmaka
|
Senyawa kimia
|
Penyamak Kulit
|
Senyawa kimia
|
Pewarna Alami
|
Anti kerak
Boiler
|
Pelapis Logam
|
Biopestisida
|
Peluruh dan Anti Karat pada
logam
|
|
Gambar 6
. Pohon industri
gambir
IV.
PEMBAHASAN
Gambir merupakan
komoditas yang penting bagi masyarakat dan Pemerintah Sumatera Barat. Ekspor gambir Indonesia lebih
dari 80 persen berasal dari daerah
itu. Disamping sebagai penyumbang devisa, usahatani
gambir juga merupakan mata pencaharian bagi lebih kurang 125.000 kepala keluarga petani atau sekitar 15
persen penduduk Sumatera Barat (Ermiati, 2004). Angka yang signifikan itu menunjukkan nilai gambir yang
penting baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi sosial kemasyarakatan. Bisa dikatakan, apabila seluruh komponen yang
bergerak di bidang agro industri gambir itu sejahtera dan baik taraf hidupnya,
baik dari sisi petani, pedagang maupun
para industriawannya, maka minimal 15 persen penduduk Sumatera Barat naik
tingkat kemakmurannya.
Tanaman gambir dapat dipanen sebanyak 24 kali setiap
tahunnya, tergantung kepada pertumbuhan tanaman. Adapun yang dipanen adalah daun beserta
ranting tanaman. Jaringan tanaman tersebut
banyak mengandung catechin. Tanaman
gambir dapat dipanen terus menerus selama 15 tahun semenjak penanaman (Kemal,
2001). Kandungan catechin dalam gambir
adalah salah satu komponen mutu gambir.
Untuk gambir Mutu I, II dan III kandungan catechin minimal secara
berurut-urut adalah 40 persen, 30 persen dan 20 persen (Risfaheri et al.,
1993).
Untuk membangun
industri
gambir yang memiliki nilai tambah yang besar, maka dengan strategi supply chain management (SCM), struktur yang tersekat dan terpisah harus
ditransformasikan kepada struktur integrasi yang vertikal. Hal itu diperlukan untuk memudahkan untuk
memadukan subsistem hulu sampai dengan hilir dalam satu kesatuan manajemen.
Pembangunan sistem
yang terintegrasi dalam industri
gambir merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah. Upaya
tersebut dilakukan dengan mengakomodasi pelaku-pelaku industri gambir dari setiap subsitem yang ada.
Supply chain management (SCM) diartikan sebagai manajemen rantai suplai adalah sebuah ‘proses payung’
di mana produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut
struktural. Sebuah supply chain (rantai suplai) merujuk kepada jaringan yang
rumit dari hubungan yang mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk
mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen.(Kalakota, 2000). Tujuan yang hendak dicapai dari
setiap rantai suplai adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan
secara keseluruhan (Chopra, 2001). Rantai suplai yang terintegrasi akan
meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut.
Melihat pada skema SCM
agroindustri gambir seperti ditunjukkan oleh Gambar 4, dan memperhatikan tata
niaga gambir yang ada selama ini maka
peningkatan nilai lebih (value added) agroindustri gambir dapat dipilih dan ditekankan pada 2 (dua)
sisi penting yang terdapat pada rantai suplainya, yakni peningkatan efisiensi
dan efektifitas produksi gambir di rumah kempa dan memperbaiki tata niaga
gambir menjadi semakin terbuka atau transparan.
Dari sisi pengolahan gambir, menurut
Ridwan Tahir, Budiman dan Ahmad Asari dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi
Pertanian Serpong (2005), sampai
saat ini pengolahan getah gambir masih menggunakan cara tradisional dan penanganannya
belum optimal. Penanganan yang belum optimal itu menyebabkan masih
banyaknya gambir yang terbuang dalam proses produksinya dan kualitas yang
dihasilkan relatif masih rendah.
Gambir adalah ekstrak air panas dari
daun dan ranting tanaman gambir yang disedimentasikan dan kemudian dicetak dan
dikeringkan. Rendemen yang dihasilkan dari daun dan ranting gambir
sangat tergantung dari alat produksi dan proses yang dilakukan. Semakin baik alat kempa yang digunakan, dalam
hal ini semakin besar kapasitas alat, maka akan semakin baik pula rendemen yang
dihasilkan dan semakin rendah pula kadar abu yang dihasilkan limbah industri.
Tipe alat kempa dalam skala industri menghasilkan kualitas gambir yang lebih
baik daripada skala kecil yang selama ini digunakan oleh para petani. Kapasitas alat yang digunakan sebagian besar
petani selama ini adalah 40 kg dengan tekanan maksimal alat 15 bar. Dengan alat itu akan dihasilkan rendemen
sebesar 8-12% dan kadar abu 6-8%.
Memperbaiki alat kerja petani akan meningkatkan kualitas dan kuantitas
hasil gambir. Sebagai perbandingan beberapa alat kempa untuk gambir disajikan
dalam Tabel 6.
Tabel 6. Kapasitas dan
rendemen dari beberapa alat kempa
gambir
No
|
Tipe
alat kempa ulir
|
Kapasitas
Alat
(kg)
|
Tekanan
maks
Alat
(bar)
|
Rendemen
(%)
|
Kadar
abu(%)
|
1
|
Tradisional
|
40
|
15
|
8-12
|
6-8
|
2
|
Modifikasi
I
|
40
|
20
|
6
|
3
|
3
|
Modifikasi
II
|
50
|
23*)
|
6
|
3
|
4
|
Modifikasi
III
|
75
|
27*)
|
6-8
|
3
|
5
|
Modifikasi
IV skala pabrik
|
250
|
30
|
5,8
|
2-3
|
Untuk
maksud memperbaiki alat kerja petani tersebut pemerintah dalam hal
ini Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian telah merekayasa suatu prototipe alat mesin (alsin) pencacah
daun gambir dan alsin penampung
limbah daun gambir, dengan harapan agar getah gambir yang dihasilkan persatuan
berat meningkatkan bila dibandingkan dengan cara tradisional dan limbah
daun gambir yang
masih mengandung getah sekitar
20% dapat dimanfaatkan. Alsin
yang mempunyai kapasitas kerja terbaik dari hasil penelitian diharapkan dapat
digunakan petani menggantikan peralatan tradisional selama ini. Alsin itu dalam SCM merupakan industri
penunjang yang sangat penting di agroindustri gambir dan sangat dibutuhkan
sekarang ini.
Mempergunakan alsin dengan skala
industri akan mengubah paradigma petani dalam memproduksi gambir. Jika selama ini petani secara sendiri-sendiri
memproduksi gambir asalan, maka dengan alsin yang lebih besar menuntut
kebersamaan dalam bekerja. Dalam hal ini
pabrik pengolahan gambir menjadi pengggerak utama industri gambir menggantikan
industri rumahan yang tidak efisien. Oleh
karena itu peranan gabungan petani (gapoktan) akan semakin penting. Kerjasama yang baik petani akan membuat
industri gambir semakin efektif dan efisien, yang ditunjukkan oleh biaya
produksi yang semakin murah namun kualitas dan kuantitas hasilnya semakin baik.
Transformasi cara kerja petani dengan
pabrik sebagai sentral penggerak aktivitas industri ditunjukkan dalam Gambar 7.
Pola kerja petani tradisional
Petani/Gapoktan
|
Industri hulu/rumah kempa
|
Gambir asalan
|
Pola kerja petani melalui pendekatan SCM
Petani/Gapoktan
|
Petani/Gapoktan
|
Petani/Gapoktan
|
Pabrik
pengolahan skala menengah/besar
|
Gambir
berkualitas
|
Gambar 7. Pendekatan SCM menjadikan
pabrik sebagai sentral penggerak
Utama agroindustri
gambir.
Pendekatan SCM yang menempatkan
pabrik sebagai sentral penggerak utama aktivitas agroindustrii gambir
memodifikasi aktivitas rantai
suplai hulu. Petani yang selama ini melakukan hampir
seluruh kegiatan agroindustri gambir,
dari menanam, pemanenan sampai pengolahan, disederhanakan fungsinya menjadi
penyedia bahan baku industri saja, sedangkan fungsi pengolahan dari bahan baku
menjadi gambir olahan menjadi tanggung jawab pabrikan. Pembagian pola kerja
yang lebih jelas ini akan menyebabkan semua lini dalam agroindustri gambir
bergerak lebih fokus kepada keahlian dan kapasitas utamanya.
Gambir mempunyai potensi pengembangan yang sangat besar, bila dilihat dari potensi
produksi, pemasaran pada pasar domestik dan ekspor. Laju pertumbuhan ekspor
gambir yaitu 33,45 persen dari segi volume
dan 44,37 persen dari segi nilai selama periode 1991 sampai 1995. Pada tahun
2002 dan 2005 volume ekspor gambir
secara berturut-turut 10.620
ton dan 14.704
ton.
Berdasarkan data BPS (2008), ekspor gambir Indonesia pada tahun 2006 mencapai
sekitar 8.000 ton
dengan nilai US$ 8,3 juta. India merupakan negara pengimpor gambir Indonesia terbanyak
yaitu sekitar 84% dari total gambir yang diekspor. Negara pengimpor gambir
lainnya yaitu Pakistan, Nepal,
Banglades, Jepang, Korea, Italia
dan Perancis.
Persoalan pemasaran gambir yaitu
fluktuasi harga yang sangat besar, misalnya pada bulan Februari 2003 harga
gambir ditingkat petani hanya berkisar Rp 5.000/kg akan tetapi pernah pula
mencapai angka Rp 20.000/kg
pada tahun 1998. Harga tiap kg dalam USD yang terendah dicapai pada tahun 1998
yaitu 1.46 USD dan tertinggi tahun 1997 yaitu 2.91 USD. Fluktuasi harga yang terjadi itu sebagian
besar disebabkan rantai pemasaran yang cenderung kurang transparan.
Struktur pasar gambir yang terbentuk di Sumatera Barat adalah pasar oligopsoni dari sisi pembeli. Hal
ini dikarenakan jumlah petani jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah
pedagang pengumpul. Akibatnya petani cenderung menjadi pihak penerima harga (price
taker) sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pedagang pengumpul,
daya tawar petani dalam menentukan harga relatif rendah. Perbandingan antar
jumlah pedagang pengumpul dengan pedagang besar bila dilihat lagi di level
pasar berikutnya juga berbanding jauh sehingga juga cenderung mengarah pada
pasar oligopsoni. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah pedagang besar yang
ada di suatu wilayah. Umumnya pedagang
besar memiliki daerah operasional yang tidak hanya terbatas di daerah
domisilinya saja, tetapi juga masuk ke daerah atau kecamatan sentra produksi
lainnya baik secara langsung dengan armada sendiri, maupun melalui perantara
pedagang pengumpul yang telah dimodali. Kondisi yang demikian ini jelas
tidak menguntungkan bagi petani, pelaku industri gambir dan Pemerintah selaku
pemangku kegiatan ekonomi daerah.
Perbaikan dari sisi rantai pemasaran yang lebih transparan agar
menghasilkan keuntungan yang lebih baik bagi semua pihak sangat diperlukan.
Struktur pasar gambir
yang ada sekarang ini merupakan struktur pasar yang berlangsung secara tradisional dan
diperkirakan sudah ratusan tahun. Dalam
hal ini pedagang – pedagang India menjadi penguasa pasar yang menentukan harga.
Tidaklah mudah mengubah struktur pasar yang ada sekarang ini, kecuali ada
intervensi dari kekuatan besar yakni pemerintah.
Untuk menjaga harga
gambir agar tidak fluktuatif secara berlebihan yang sangat merugikan pelaku industri
gambir di Sumatera Barat, Pemerintah
Daerah melalui perusahaan daerah bisa masuk dalam jaringan pemasaran sebagai
pihak yang menampung hasil produksi masyarakat.
Dalam hal ini pemerintah masuk juga di sektor hilir dalam tata niaga dan
berperan sebagai penyeimbang kekuatan para pedagang besar. Pemerintah juga bertindak sebagai exporter
yang mencari pasar di luar negeri. Bagan
intervensi pemerintah dalam tata niaga gambir disajikan dalam Gambar 8.
Tata niaga
tradisional
Petani
|
Pedagang
Pengumpul
|
Importir/Pedagang
Luar Pulau
|
Pedagang
Besar
|
Pemerintah
sebagai Exportir
|
Pabrik
Gapoktan
|
Badan Penyangga
|
Gambar 8. Intervensi Pemerintah dalam tata niaga gambir
Peran Pemerintah tidak serta merta
menghapuskan tata niaga yang selama ini sudah berjalan. Hal itu sangatlah tidak mungkin, mengingat
hubungan petani dengan para pedagang tradisional selama ini sangat erat. Namun pemerintah menjadi alternatif pasar
bagi petani. Jika selama ini petani
diatur oleh pedagang pengumpul maupun pedagang besar saja, maka dengan
kehadiran pemerintah sebagai badan penyangga, petani akan mempunyai alternatif
lain kemana hasil gambirnya akan dijual.
Peran Pemerintah sebagai penyangga
harga juga mempunyai peran sebagai penyedia informasi tentang harga dan pasar
gambir di luar negeri. Intervensi
Pemerintah dalam informasi harga, sebagaimana perilaku SCM yang meliputi
ramalan permintaan dan transmisi pesanan,
maka akan menyebabkan pasar semakin transparan dan mendorong terjadinya
persaingan yang sehat.
Penerapan SCM di industri
gambir merupakan sesuatu yang sangat
kompleks sekali, dimana banyak hambatan yang dihadapi dalam implementasinya,
sehingga dalam implementasinya memang membutuhkan tahapan mulai tahap
perancangan sampai tahap evaluasi dan continuous
improvement. Selain itu implementasi SCM membutuhkan dukungan dari berbagai
pihak mulai dari internal dalam hal ini seluruh jajaran
pemerintah yang terkait, petani gambir, manajemen
pabrik dan eksternal, dalam hal ini
seluruh industri pendukung yang diperlukan.
Berikut
ini merupakan hambatan-hambatan yang mungkin akan dialami dalam implementasi SCM di agroindustri
gambir yang semakin menguatkan argumen
bahwa implementasi SCM memang membutuhkan dukungan berbagai
pihak(Chopra&Meindl,2001):
1. Incerasing Variety of Products. Sekarang konsumen seakan dimanjakan oleh produsen, hal ini kita lihat semakin beragamnya jenis produk yang ada di pasaran. Hal ini juga kita lihat strategi perusahan yang selalu berfokus pada customer (customer oriented). Jika dahulu produsen melakukan strategi dengan melakukan pembagian segment pada customer, maka sekarang konsumen lebih dimanjakan lagi dengan pelemparan produk menurut keinginan setiap individu bukan menurut keinginan segment tertentu. Banyaknya jenis produk dan jumlah dari yang tidak menentu dari masing-masing produk membuat produsen semakin kewalahan dalam memuaskan keinginan dari konsumen.
1. Incerasing Variety of Products. Sekarang konsumen seakan dimanjakan oleh produsen, hal ini kita lihat semakin beragamnya jenis produk yang ada di pasaran. Hal ini juga kita lihat strategi perusahan yang selalu berfokus pada customer (customer oriented). Jika dahulu produsen melakukan strategi dengan melakukan pembagian segment pada customer, maka sekarang konsumen lebih dimanjakan lagi dengan pelemparan produk menurut keinginan setiap individu bukan menurut keinginan segment tertentu. Banyaknya jenis produk dan jumlah dari yang tidak menentu dari masing-masing produk membuat produsen semakin kewalahan dalam memuaskan keinginan dari konsumen.
2. Decreasing Product Life Cycles. Menurunnya daur hidup sebuah produk
membuat perusahan semakin kerepotan dalam mengatur strategi pasokan barang,
karena untuk mengatur pasokan barang tertentu maka perusahaan membutuhkan waktu
yang tertentu juga. Daur hidup produk diartikan sebagai umur produk tersebutdipasaran.
3. Increasingly Demand Customer. Supply chain management berusaha mengatur (manage) peningkatan permintaan secara cepat, karena sekarang customer semakin menuntut pemenuhan permintaan yang secara cepat walaupun permintaan itu sangat mendadak dan bukan produk yang standart (customize).
4. Fragmentation of Supply Chain Ownership. Hal ini menggambarkan supply chain itu melibatkan banyak pihak yang mempunyai masing-masing kepentingan, sehingga hal ini membuat SCM semakin rumit dan kompleks.
5. Globalization. Globalisasi membuat supply chain semakin rumit dan kompleks karena pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain tersebut mencakup pihak-pihak di berbagai negara yang mungkin mempunyai lokasi diberbagai pelosok dunia.
3. Increasingly Demand Customer. Supply chain management berusaha mengatur (manage) peningkatan permintaan secara cepat, karena sekarang customer semakin menuntut pemenuhan permintaan yang secara cepat walaupun permintaan itu sangat mendadak dan bukan produk yang standart (customize).
4. Fragmentation of Supply Chain Ownership. Hal ini menggambarkan supply chain itu melibatkan banyak pihak yang mempunyai masing-masing kepentingan, sehingga hal ini membuat SCM semakin rumit dan kompleks.
5. Globalization. Globalisasi membuat supply chain semakin rumit dan kompleks karena pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain tersebut mencakup pihak-pihak di berbagai negara yang mungkin mempunyai lokasi diberbagai pelosok dunia.
Menurut Kuncoro, 2007, aktivitas
produktif dalam perekonomian tidak berdiri sendiri. Masing-masing proses
memerlukan input dari pihak lain. Pada
gilirannya, industri yang memproduksi input memerlukan pula input dari sektor
lain untuk proses produksinya. Demikian
pula yang yang ada di industri gambir, keterkaitan antara satu bagian dengan
bagian yang lain sangatlah penting. Hal
itu memerlukan kerjasama tim yang baik disemua lini.
V.
KESIMPULAN
Pendekatan Supply Chain Management
(SCM) dalam agroindustri gambir dapat
menggambarkan dengan lebih jelas tentang struktur pasar gambir dan industri gambir. Upaya meningkatkan nilai tambah gambir
melalui SCM agroindustri gambir di Sumatera Barat, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Perbaikan di
rantai hilir berupa perbaikan kualitas gambir,
dari sekedar gambir asalan menjadi gambir olahan seperti dalam bentuk
catechin akan meningkatkan nilai tambah gambir secara nyata. Perbaikan itu dengan jalan membuat sistem
pabrikasi dengan skala menengah dan besar yang lebih efisien dan efektif dalam
menghasilkan gambir olahan.
2. Intervensi pemerintah dalam mengatur tataniaga gambir
terutama dalam mengatur harga akan membuat agroindustri gambir lebih
bergairah. Pemerintah berfungsi sebagai
badan penyangga dan siap menampung gambir hasil produksi petani, gapoktan
maupun pabrikan.
3. Penerapan SCM dalam agroindustri gambir agar dapat
berjalan dengan baik, mensyaratkan peran serta aktif semua pihak termasuk
pemerintah, lembaga-lembaga yang terkait, petani gambir, industriawan dan
pedagang gambir.