I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Paradigma pembangunan pertanian selama ini masih dipandang sebagai
faktor pendukung pembangunan nasional, pemasok bahan baku industri, pengendali
stabilitas harga dan pemasok tenaga kerja murah yang seharusnya dipandang
sebagai mesin penggerak perekonomian nasional. Hal ini terbukti dengan peran
sektor pertanian yang cukup signifikan dalam perekonomian nasional, antara lain
berupa kontribusi dalam pembentukan PDB, penyediaan pangan, pakan, sumber
devisa, penyediaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, perbaikan pendapatan
masyarakat, sumber utama bahan baku industri, dan sumber bio-energi. Sektor
pertanian lebih fleksibel terhadap dampak krisis ekonomi nasional maupun
global.
Pembangunan
pertanian menjadi sangat penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat
terutama diwilayah pedesaan, maka orientasi pembangunan pertanian diarahkan
kepada model sistem agibisnis yang serasi dan terpadu dengan keterkaitan yang
erat antara berbagai subsistemnya. Subsistem dalam agribisnis tersebut adalah
subsistem sarana produksi pertanian (dwon
strem), subsistem usaha tani (farming),
subsistem pengolahan dan pemasaran (up
strem) serta subsistem penunjang (kebijakan pemerintah, penelitian,
penyuluhan dan perkereditan/pembiayaan).
Pada subsistem pemasaran produk pertanian berupa sub sektor tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan terus mengalami
perkembangan pesat baik di pasar domestik maupun pasar internasional, serta
memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional. Di samping itu permintaan akan
komoditi tersebut di dalam negeri terutama di kota-kota besar juga terus mengalami peningkatan sejalan
dengan meningkatnya pendapatan dan kesadaran akan kesehatan masyarakat. Disisi lain subsistem pengolahan dan
pemasaran hasil masih mengalami banyak permasalahan dan kendala seperti mutu dan kualitas produk yang masih
rendah, harga yang berfluktuatif sehingga menyulitkan dalam manajemen
perencanaan, infrastruktur pemasaran yang masih kurang memadai, inefisiensi
produk, integrasi pasar yang rendah, jaringan dan informasi pasar masih lemah
serta sumber daya manusia pertanian yang belum dimaksimalkan.
Dilain pihak pemasaran
pertanian dalam negeri mengalami tantangan dengan tebukanya pasar internasional
atau globalisasi perdagangan. Kondisi yang demikian akan menyebabkan arus
perdagangan produk pertanian semakin bebas. Negara yang memiliki kebijakan
pertanian yang kuat akan semakin mendominasi perdagangan dunia, sebaliknya
negara yang kalah bersaing akan dibanjiri dengan produk impor yang pada
akhirnya produk dalam negeri tidak memiliki daya saing. Implikasi lain dari
globalisasi perdagangan adalah keterkaitan antara pasar domestik dan pasar
intenasional akan semakin kuat. Sehingga intervensi pemerintah dalam rangka
stabilisasi harga domestik semakin sulit.
Berangkat dari hal tersebut
pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk melindungi petani dalam negeri dari
berbagai bentuk ancaman terhadap keberlanjutan produksi dan kesejahterann
petani. Karena begitu berperannya sektor pertanian bagi suatu bangsa maka tidak
terlepas dari kepentingan semua pihak sehingga program pemerintah terhadap
pertanian sering mengalami konflik, namun pada dasarnya program pemerintah
adalah untuk melindungi dan meningkatkan pendapatan petani. Beberapa kebijakan
pemerintah dalam pemasaran akan dibahas pada makalah ini. Semoga makalah ini
sedikit dapat memeberikan informasi tentang program yang dijalankan pemerintah
selama ini.
1.2.
Tujuan
Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah :
1.
Dapat mengetahui peran penting pemasaran
dalam sistem agribisnis
2.
Melihat peran pemerintah dalam pemasaran
agribisnis
3.
Dapat mengetahui program-program
pemerintah dalam pemasaran agribisnis
4.
Melihat perkembangan program pemasaran
oleh pemerintah
1.3.
Ruang
Lingkup
Ruang
lingkup dari penulisa ini adalah : peran penting pemasaran agribisnis, karakteristik
produk agribisnis, sistem pemasaran produk agribisnis, dan program pemerintah
dalam pemasaran agribisnis.
II. PEMBAHASAN
2.1.
Masalah
Jangka Panjang dan Jangka Pendek Sektor
Pertanian
Sektor
pertanian sebagai penghasil pangan menjadi sangat penting erannya dalam
produksi pangan peningkatan pendatanan serta sebagai tempat tenaga kerja. Namun
seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan penduduk sector
pertanian sebagai penyedia lapangan pekerjaan sudah mulai ditinggalkan. Dinegara-negara
maju hanya sebagian kecil penduduk yang melakukan kegiatan pertanian, berbeda
dengan negara berkemabang yang sebagian besar penduduknya bekerja pada sector
pertanian (Sukirno, 2010). Secara kaca mata pandang agribisnis maka seluruh
kegiatan mulai dari hulu sampai ke hilir harus dikatakan kegiatan disektor
pertanian dan dilihat sebagai sumbangan ekonomi dari sector pertanian. Negara-negara
maju kegiatan disektor budidaya pertanian sangat kecil nakun dari segi
produktivitasnyaa sangat tinggi, sehingga tenaga kerja yang terlibat disektor
budaya kecil tapi tenaga kerja disektor hilir (industri pengolahan dan jasa)
sanagt besar.
Tabel :
Kontribusi Agribisnis terhadap GDP (%)
di beberapa negara.
Negara
|
Pangsa
terhadap GDP
|
Industri &
jasa pertanian thd Agribisnis
|
Pertanian
|
Industri dan Jasa Pertanian
|
Agribisnis
|
Philipina
India
Thailand
Indonesia
Malaysia
Korea Selatan
Chili
Argentina
Brazil
Mexico
USA
|
21
27
11
20
13
8
9
11
8
9
1
|
50
41
43
33
36
36
34
29
30
27
13
|
71
68
54
53
49
44
43
39
38
37
13
|
70
60
79
63
73
82
79
73
79
75
91
|
Sumber : Pryor &
Holt, 1998 dikutip
oleh (Kirbrandoko, 2012)
Tabel
diatas menggambarkan sumbangan kegaitan agribisnis terhadap GDP ternyata USA sumabangan agribisnis terhadap GDP nya 91
% walaupun sumbangan pertanian nahya 1 %, jauh lebih besar dibandingkan
Indonesia hanya 63% GDP dari sector agribisnis. Berarti di negara-negara maju
sumbangan agribisnis besar terhadap GDP karena industri jasa pertanian.
Penurunan
sector pertanian dalam perekonomian disebabkan oleh permintaan terhadap hasil
pertanian yang lambat perkembangannya dan kemajuan teknologi di sector
pertanian. Tingakat permintaan barang industri jauh lebih cepat dibanding
permintaan terhadap pertanian sehingga kenaikan harga barang industri juga jauh
lebih cepat dibanding dengan kenaikan harga barang pertanian. Di negara maju
kemajuan teknologi berimplikasi terhadap sektor pertanian yaitu mendorong
perpindahan tenaga kerja dari sector pertanian ke sector industri dan teknologi
telah menimbulkan masalah kelebihan produksi pertanian. Keadaan demikian
menyebabkan harga barang pertanian cenderung untuk tetap berada pada tingkat
yang sangat rendah.
Dalam
jangka pendek harga hasil pertanian cenderung berfluktuatif, ketidakstabilan
harga tersebut bisa disebabkan oleh permintaan dan penawaran terhadap barang
pertanian yang sifatnya tidak elastis. Beberapa faktor yang menyebabkan
penawaran terhadap barang pertanian bersifat tidak elastis adalah : 1) produk
pertanian ada umumnya bersifat musiman, 2) kapasitas memproduksi sector pertanian
cenderung untuk mencapai tingkat yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh
perubahan permintaan, 3) beberapa jenis tanaman memerlukan waktu bertahun-tahun
sebelum hasilnya dapat diperoleh.
Berdasarkan
hal tersebut untuk menjaga kestabilan harga dan pendapatan petani, campur
tangan pemerintah dalam penetuan produksi dan harga menjadi perlu, adapun cara
yang dapat dilakukan adlaah : 1) Membatasi atau menetukan quota tingkat
produksi yang dapat dilakukan oleh produsen (pengaturan pola tanam), 2) Melakukan
pembelian-pembelian produk yang akan distabilkan harganya di pasar bebas, 3)
memeberikan subsidi kepada petani apabila harga pasar lebih rendah dari pada
harga yang dinggap sesuai oleh pemerintah.
2.2.
Karakteristik
Produk Pertanian/ Agribisnis
Produk pertanian
memiliki karekteristik yang berbeda-beda sesuai dengan jenis komoditinya. Pada
dasarnya produk pertanian tanaman pangan dan produk perkebunan mempunyai
karekteristik yang sama terutama bisa dikeringkan dan disimpan dalam waktu yang
lama, sedangkan produk hortikultura dan peternakan merupakan produk yang butuh
penanganan secara cepat dan hati-hati. Perbedaan karekteristik produk pertanian
tersebut, akan berpengaruh terhadap sistem dan manajemen pemasarannya.
Tanaman pangan
merupakan produk pertanian yang pada umumya dapat disimpan dalam bentuk kering
dengan jangka waktu tertentu serta kadar air tertentu pula. Beberapa bentuk
produk pertanian tanaman pangan adalah berupa biji-bijian/palawija (padi,
jagung, gandum, sorgum, dll), Umbi-umbian (singkong, ubi jalar, garut, talas,
dll), dan Kacang-kacangan (kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, dll).
Untuk produk biji-bijian/ palawija bisa disimpan atau digudangkan sehingga
manakala harga anjlok bisa dilakukan tunda jual. Sedangkan untuk produk
umbi-umbian, akan bisa tahan dalam waktu lama apabila sudah diolah menjadi
tepung dan dengan kadar air tertentu.
Komoditas
hortikultura pada umumnya bersifat cepat rusak (perishable), berat (bulky)
dan membutuhkan tempat yang luas (volumnis).
Waktu yang diperlukan untuk panen, prosesing, transportasi dan penyimpanan
harus menjamin kesegaran, tidak rusak dan tingkat kesehatannya (hygiene) tetap terjamin. dan harus
tersedia dalam keadaan segar (freshness)
sehingga penanganannya harus sesegera mungkin sesuai dengan prinsip GHP (Good Handling Practices). Jenis-jenis
porduk hortikultura terdiri dari produk sayuran (daun, umbi dan buah), produk
buah-buahan dan tanaman hias. Berdasarkan hal tersebut maka manajemen pemasaran
produk hortikultura harus disesuaikan dengan karekteristik produk tersebut.
Hasil tanaman
perkebunan sangat beragam sifatnya, tergantung produk berasal dari bagian apa
dari tanaman yang diusahakan, dan hasil akhir yang diharapkan dari pengolahan
hasil perkebunan tersebut. Berdasarkan sifatnya, biasanya pengolahan dibedakan menjadi pengolahan primer dan sekunder.
Pengolahan primer menghasilkan produk antara, dan dapat dianggap sebagai
penanganan pascapanen, sedangkan pengolahan sekunder merupakan lanjutan dari
pengolahan primer dan menghasilkan produk yang siap dikonsumsi.
Pada teh,
bagian yang diambil adalah pucuk daun dari tanaman teh, sehingga harus segera diolah di pabrik setelah
dipanen (pemetikan). Dengan demikian tidak ada penanganan pascapanen yang
diperlukan dalam produksi teh kecuali pengangkutan dari lahan ke pabrik. Tetapi
pada tembakau, meski sama-sama berasal dari daun tanaman, penanganan seperti perajangan dan pemeraman dapat
dianggap sebagai penanganan primer karena prosesnya cukup sederhana sehingga
dapat dilakukan oleh petani dengan peralatan sederhana.
Demikian pula
dengan tebu, yang harus segera digiling dan diolah menjadi gula di
pabrik-pabrik penggilingan tebu, juga getah karet yang harus segera diolah
menjadi salah satu produk antara karet seperti RSS, crepe, crumb rubber, dan
lain sebagainya.
Berbeda halnya dengan kopi dan kakao. Kopi dan
kakao biasanya mengalami pengolahan primer di tingkat petani baru kemudian mengalami
pengolahan sekunder di pabrik. Pengolahan primer akan menghasilkan produk biji
kopi atau kakao kering yang tahan lama disimpan sehingga meningkatkan
kepraktisan dalam hal penanganan selanjutnya, terutama dalam pemasaran dan
penolahannya.
Banyak hasil
tanaman perkebunan yang harus segera diolah untuk menghindari kerusakan dan
penurunan mutu. Tebu misalnya, dalam 24 jam harus segera digiling, bila tidak
mutu gula yang dihasilkan akan rendah. Demikian halnya denga sawit, bila tidak
segera diolah kandungan minyak akan mengalami reaksi kimia yang berujung pada
penurunan mutu dan rendeman pengolahan. Demikian halnya dengan hasil-hasil
perkebunan lainnya.
Berdasarkan
karekteristik produk perkebunan tersebut akan berhubungan dengan manajemen
pemasaran dari masing-masing produk. Untuk komoditi perkebunan yang berupa
biji-bijian bisa digudangkan dalam jangka waktu tertentu dalam pemasarannya
manakala harga turun produk bisa dilakukan resi gudang dan dilakukan tunda
jual.
Produk peternakan
mempunyai karekteristik yang berbeda tergantung pada produk apa yang
diusahakan, apakah dalam bentuk ternak hidup atau hasil peternakan dalam bentuk
olahan. Peternakan berdasarkan jenisnya dibedakan atas ternak besar (sapi,
kerbau), ternak kecil (kambing, domba, unggas), dan aneka ternak (kelinci,
rusa, burung puyuh, hewan kesayangan, dll). Sedangkan hasil dari peternakan
bersifar cepat rusak dan harus membutuhkan manajemen penanganan yang cepat pula
untuk diproses lebih lanjut atau dikonsumsi, adapun hasil peternakan adalah
daging, susu, telur dan hasil ikutan laiinya. Dalam hal pemasaran harus
disesuaikan dengan karakteristik produk tersebut.
Produk
susu merupakan cepat rusak sehingga harus segera ditangani baik dalam betuk
susu olahan melalui Ultra Haigh Temperature (UHT) atau pasteurisasi. Sedangkan
produk berupa daging juga harus dengan penanganan paca panen yang cepat
misalnya perlu pendinginan (cold storage)
untuk sampai ke konsumen.
2.3.
Kondisi
Pemasaran Produk Pertanian
Pemasaran hasil
pertanian pada umumnya masih bersifat tradisional berupa pasar perdesaan yang tersebar
diseluruh wilayah nusantara, ini disebabkan oleh produksi pertanian yang
dihasilkan oleh banyak petani dengan penguasaan lahan yang relatif kecil.
Struktur pasar hasil pertanian pada umumnya bersifat oligopsoni.
Sampai saat ini
pengembangan jaringan pemasaran hasil pertanian umumnya masih terkendala oleh
keterbatasan petani dalam penggunaan teknologi komunikasi dan informasi, akses
permodalan, sarana dan prasaran pemasaran belum mendukung, perencanaan produksi
yang kurang jelas, rantai tataniaga yang panjang dari sentra produksi ke
konsumen dan stuktur pasar yang kurang baik sehingga menimbulkan distorsi
pasar. Akibatnya sistem transaksi yang terjadi mulai dari produsen sampai ke
pasar regional di sentra konsumen tidak mampu menghasilkan proses pembentukan
harga secara transparan.
Hal
di atas menggambarkan rantai pasok (supply
chain) dan rantai nilai (Value chain)
produk pertanian atau agribisnis Indonesia belum efisien. Sebagai indikator
belum efisiennya rantai pasok adalah tingginya marjin pemasaran dan relatif
rendahnya harga yang diterima petani. Sementara itu indikator lain belum efisiennya rantai nilai adalah
menurunnya mutu produk pertanian saat sampai di konsumen. Belum efisiennya
rantai nilai karena disebabkan oleh belum adanya insentif harga yang menarik
bagi petani untuk melakukan perbaikan mutu hasil panennya, belum berkembangnya
rantai pendingin (cold chain), masih
lemahnya teknologi pengangkutan yang menyebabkan kehilangan hasil cukup besar
terutama jika jarak tempuh jauh dan perjalanan memerlukan waktu yang terlalu
lama.
2.4.
Program
pemerintah dalam pemasaran
Beberapa
program yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan pemasaran
produk pertnian adalah dengan melakukan kebijakan harga, pengembangan
pemasaran, dan pemberian sudsidi, serta kebijaakan tariff dan non tariff impor,
dapat dijelaskan sebagai berikut :
2.4.1. Kebijakan Harga
Harga merupakan cerminan dari interaksi
dari penawaran dan permintaan yang bersumber dari sector rumah tangga (sebagai
sector konsumsi) dan sector industri (sebagai sector produksi). Sebagai
cerminan kekuatan-kekuatan pasar, pemerintah tidak selalu dapat mengendalikan
mekanisme pembentukan harga kepada kekuatan harga atau atas suatu komoditi
tertentu. Dalam pasar persaingan sempurna, mekanisme harga merupakan jalan
keluar yang tepat untuk menyelesaikan masalah perekonomian, tetapi pada
kenyataannya struktur psar yang benar-benar sempurna tidak pernah terwujud.
Oleh karena itu, agar trcapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih
merata, campur tangan pemerintah dalam penentuan harga terutama untuk
komoditi-komoditi yang menyangkut hajat hidup orang banyak sangat diperlukan.
Pada umumnya negara-negara sedang
berkemabang termasuk Indonesia, komoditi pangan khususnya beras merupakan
komoditi stategis sekaligus politis sehubungan dengan proporsinya yang besar
dalam pengeluaran ruamah tangga untuk pangan. Lebih khusus lagi untuk beras
sudah ada camur tangan pemerintah secara sistematis sebelum Indonesia merdeka.
Pemerintah Hindia-Belanda menerapkan harga beras yang relative lebih murah
dengan tujuan untuk menekan laju inflasi yang timbul karena ongkos produksi.
Apabila harga beras tinggi maka para pekerja diluar sector pertanian memintah
upah untuk standar hidup yang lebih tinggi. Dengan demikian upah diluar sector
pertanian menjadi lebih tinggi dari pada disektor pertanian.
Impilaksi dari
peningkatan upah diluar sector pertanian menyebabkan pendapatan diluar sector
pertanian meningkat sehingga permintaan terhadap beraspun meningkat. Meningkatnya
permintaan akan beras ternyata belum diimbangi dengan kenaikan produksi beras,
akibat selanjutnya naiknya harga beras. Kenaikan harga beras ini menyebabkan
keinaikan upah diluar sector pertanian, keaikan upah menyebabkan biaya produksi
menjadi tinggi. Agar produsen tidak merugi, harga ouput yang dihasilkanpun
harus tinggi pula. Dari sisi inilah, terjadi kenaikan harga secara umum yang
terus-menerus, yang disebut dengan cost
inflation (inflasi karena kenaikan ongkos produksi).
Sejak tahun 1969,
pendekatan untuk mengendalikan sistem pemasaran beras mulai ditangani
pemerintah dengan menetapkan harga dasar. Campur tangan pemerintah dalam rantai
pemasaran ini diperlukan karena adanya imperfeksi pasar yang merugikan produsen
dan atau konsumen. Kebijakan harga pokok pertanian bertujuan untuk mencapai
kombinasi dari tujuan-tujuan berikut :
1.
Kontribusi terhadap anggaran pemerintah
2.
Pertumbuhan devisa negara
3.
Mengurang ketidaksatbilan harga
4.
Memperbaiki distribusi pemasaran dan
alokasi sumber daya
5.
Memberikan arah produksi, dan meningkatkan
swasembada pangan
6.
Meningkatkan pendapatan dan taraf
pendapatan dan kesejahteraan penduduk.
Keadaan produsen
dikatakan lebih baik apabila surplus produsen lebih tinggi dan sebaliknya
keadaan konsumen dikatakan lebih baik bila surplus konsumen mengalami kenaikan.
Beberapa analisis terhadap kebiajakan harga didasarkan atas surplus produsen
dan konsumen :
1. Harga
rendah untuk produsen dan konsumen : produsen bebas mengambil keputusan
2. Harga
rendah untuk produsen dan konsumen : tingkat produksi dipaksakan pada produsen
3. Harga
rendah untuk konsumen : harga produsen yang dilindungi
4. Harga
tinggi untuk konsumen dan produsen : keadaan impor
5. Harga
tinggi untuk konsumen dan produsen : keadaan ekspor
Mekanisme penetapan
harga adalah dengan : 1) mekanisme kebijakan harga dasar, pada musim pnen
pemerintah perlu menetapan harga dasar/ harga pemebelian pemeritah untuk
melindung produsen beras. Harga ini akan efiktif apabila diterapkan pada harga
ekilibrium (harga pasar yang berlaku). Harga dasar yang efektif akan menyebabkan
kelebihan penawaran sehingga terdapat surplus beras yang tidak terjual.
Kelebihan penawaran ahrus dibeli oleh Bulog dengan harga yang berlaku, 2)
Mekanisme kebijakn harga tertinggi, bertujuan untuk melindungi konsumen, 3)
harag peransang, bertujuan untuk menarik minat produsen untuk memproduksi
dengan merapkan harga peransang. Harga perangsang adalah pemerintah membeli
beras dari produsen dengan harga diatas harga keseimbangan dan menjual kepada
konsumen dengan harga dibawah harga kesimbangan.
2.4.2. Kebijakan Pemasaran
Mosher
(dalam Hanafie, 2010) memasukan pemasaran sebagai syarat mutlak untuk
mengembangkan pertanian. Beberapa produk hasil pertanian tidak dapat
berkemabang karena terhambat pemasarnnya. Apabila biaya produksi suatu komoditi
tinggi berarti produksi tersebut tidak berjalan dengan efisien maka daya saing
produk yang bersangkutan, baik dipasar dalam negeri amaupun dipasar luar negeri
akan menjadi rendah. Kegiatan pertanian selama ini bias hanya sebagai kegiatan memproduksi saja,
sedangkan pasca panen dan pemasaran dilakukan oleh lembaga pemasaran bukan
petani, sehingga menyebabkan rantai pemasaran produk pertanian sangat panjang. Menurut
Downey dan Erickson (1989) Keuntungan dari usaha tani/ budidaya hanya 30 %
saja sedagkan 70 % nya berada pada sektor hilir (pengolahan dan pemasaran)”.
Beberapa program pemasaran yang
dikembangakan adalah :
2.4.2.1. Pengembangan Pasar Lelang Produk
Pertanain/ Agribisnis
Pasar lelang adalah
suatu lembaga transaksi (jual beli) produk pertanian di sentra produksi, yang
dilengkapi dengan aturan main dan system transaksi tertentu menuju pembentukan
harga tertinggi secara transparan (Hakim. B, 2009). Untuk memeperlancar arus
perpindahan produk yang dilelang, penataan lokasi pemasaran produk pertanian
tersebut sebaiknya berada pada lokasi yang terjangkau oleh sentra-sentra
produksi komoditi yang sejenis dalam satu provinsi. Keberadaan pasar lelang
pertanian di lokasi yang tepat diharapkan akan memperlancar pemasaran produk
pertanian dan memberi manfaat bagi seluruh pelaku pemasaran. Petani akan
menikmati harga yang tinggi sesuai dengan kualitas poduk yang dihasilkan, dan
produk yang bermutu rendah akan dihargai lebih rendah. Dengan demikian petani
mendapatkan keuntungan dari setiap peningkatan mutu yang diberikan terhadap
produknya.
Keberadaan
pasar lelang komoditas pertanian akan menjadi fasilitator dan intermediasi
antar petani (gapoktan) dan pembeli baik pedagang pengencer, pengumpul,
pedagang besar dan kosumen akhir dengan jaringan pemasaran yang lebih pendek
dan trasparan. Berdasarkan mekanisme pasar lelang tedapat manfaat baik bagi
petani maupun pembeli sebagaimana berikut:
1. Kepastian/
Jaminan pembeli, Transaksi yang terjadi di pasar lelang akan memberikan
kepastian kepada petani bahwa produk yang dihasilkan akan diserap oleh pasar
sesuai dengan kesepakatan dipasar lelang. Kepastian ini akan memberikan
kejelasan berapa volume yang harus diproduksi dan berapa kebutuhan factor
produksi yang diperlukan dalam menghasilkan produk yang diinginkan oleh pasar.
Dengan demikian pasar lelang akan mengubah pola penggunaan lahan kepada yang
lebih mebnguntungkan karena petani memiliki kepastian jumlah yang akan
ditransaksikan. Resiko rendahnya harga karena kelebihan penawaran (excess supply) akan dapat
diminimalisasi. Jika yang melakukan transaksi adalah kelompok tani yang
mewakili para petani, maka fungsi kelompok tani disini adalah melakukan
koordinasi jumlah dan jenis yang diperlukan pasar. Dan bahkan kelompok tani
dapat mengatur alokasi jumlah produksi kepada masing-masing petani sesuai dengan
sumberdaya lahan yang dimiliki.
2. Kepastian/Jaminan
Harga, Dipasar lelang semua pihak secara terbukia melakukan negosiasi harga
sehingga harga yang terjadi lebih transparan. Hagra yang telah ditetapkan ini
akan menjadi panduan atau jaminan harga pada saat petani menyerahkan hasil
pertanian/ produk pertanian pada saat waktu yang telah ditetapkan. Dengan pasar
lelang kecendrungan harga yang berfluktuatif akan dapat dikurangi.
3. Meningkatkan
posisi tawar petani, Pada perdagangan biasa, daya tawar petani rendah karena
petani bergerak sendiri-sendiri, informasi pasar yang tidak seimbang, dan
kecendrungan para pedagang bergerak koluktif, sehingga dengan kondisi ini
petani mendapatkan harga yang rendah. Dengan keterlibatan petani dan banyak
pedagang dalam pasar lelang maka kemungkinan pihak satu mengekploitasi pihak
yang lain.
4. Mendorong
peningkatan mutu dan produksi, petani/produsen akan terdorong untuk
meningkatkan mutu dan kulaitas produk karena persaingan dipasar lelang yang
ketat.
5. Meningktkan
efisiensi tataniaga, dengan pasar lelang antara produsen dan konsumen bisa
bertemu lansung dalam melakukan penjualan dengan harga yang saling
mengunrungkan.
6. Meningkatkan
kepercayaan institusi keuangan, lembaga keungan akan tertarik membiayai proses
produksi para petani karena petani sudah mendapatkan jaminan pasar dan membiayai pembeli sebagai
pre-financing atas komoditas yang dibelinya.
2.4.2.2. Sitem Resi Gudang
Melalui UU No. 9 tahun 2006 dan telah direvisi
pada tahun 2011 di Indonesia telah diterapkan
pembiayaan alternative melalui Sistem Resi Gudang (SRG) atau warehouse receipt di sentra-sentra
produksi untuk komiditi gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet dan
rumput laut. Dengan model SRG, petani dapat menyimpan produknya ke pengelola
gudang yang ditandai dengan bukti penyimpanan dalam bentuk resi gudang. Resi
ini selanjutnya dapat dijadikan jaminan untuk mendapatkan pembiayaan dari
lembaga keuangan. Pada masa-masa tertentu bila harga gabah sudah membaik,
produk dapat dipasarkan dengan sistem lelang untuk mendapatkan harga tertinggi.
Pada tahun 2011
pemerintah (melaui kemendag) telah membangun 80 resi gudang di 72 Kabupaten
dengan komoditas yang masuk kegudang senilai Rp. 40,6 miliar dengan jumlah resi
gudang 268 buah (Kompas, 31/1/2012). Namun SRG belum familiar di masyarakat
karena masih banyak yan gbelum pahan dengan sistem ini dan belum banyak pihak
perbankan yang tertarik dengan sistem ini.
Transaksi resi gudang
adalah bentuk modernisasi perdagangan yang diharapkan menciptakan stabilisasi
harga. Christian Joerg, seorang collateral Nanager SGS di Geneva Swiss,
mencatat sistem resi gudang sudah dikenal dimesopotamia sejak 2400 sebelum
Masehi. Resi gudang telah banyak dilakukan di negara amju seperti AS dan
Kanada, maupun dinegara berkemabang seperti Filiphina, India, Ukraina, Brazil
dan Zambia. juga akan memudahkan pemerintah dalam pemantauan stock komoditas. Sejarah
resi gudang berasal dari Chicago, AS sekitar tahun 1830-an. Resi gudang mengubah Chicago yang
semula hanya dikenal sebagai basis perdagangan bulu binatang menjadi pusat
perdgangan komoditas. Di negara maju resi gudang meruapakan salah satu
instrument pendukung kebijakan perekonomian, misalnya dalam pengendalian stock
bahan pangan, disamping fasilitas akses pembiayaan bagi sector pertanian.
Diharapkan melalui
system resi gudang akan dapat meningkatkan harga jual produk pertanian serta
menjamin ketersediaan produk bagi konsumen. Sistem ini juga akan mendorong
petani untuk berusaha secara berkelompok sehingga akan menigkatkan efisisensi
dan posisi tawar petani, serta menghasilkan produk pertanian dengan mutu yang
baik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Selain itu bila model resi
gudang ini dapat dilaksanakan di sentra-sentra produksi.
Empat pilar utama dari
pelaksanakan Sistem Resi Gudang yaitu: sebagai agunan untuk mendapatkan kredit
modal kerja bagi petani untuk melanjutkan usaha nya, dokumen penting
pengendalian stok bahan pangan, sistem control untuk mendukung kelangsungan
usaha industri pasca panen, dan sebagai instrument perdagangan di bursa
berjangka.
2.4.3.
Kebijakan
tariff dan non tariff impor
Kebijakan tariff impor adalah pemeberian
bea masuk bagi produk-produk impor kedalam negeri tujuan dari tariff ini agar
produk impor tidak bebas masuk kedalam negara lain dengan adanya tariff juga akan meningkatkan cost dari produk
tersebut sehingga dengan harga produk tersebut akan mejadi tinggi sehingga produk
dalam negeri mampu bersaing dengan produk impor tersebut. Namun sesuai dengan
kesepakan di WTO kebijakan tariff impor harus mualai dikurang dan bahkan harus
sudah mencapai 0 % pada tahun 2017.
Kebijakan lain yang dikembangkan untuk
menkonter produk pertanian dari serang produk impor adlaah dengan kebijakan non tariff barier atau kebiajakan non
tariff. Beberapa kebijakan ini adalah dengan penetapan kuota impor, pencantuman
label halal, safty produk dan lain-lain.
III. KESIMPULN DAN SARAN
3.1.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari penulisan makalah program pemerintah pada pemasaran agribisnis ini adalah
:
1.
Permasalah jangka panjang
pertanianadalah seamakin berkurangnya tenaga kerja disektor pertanian sedangkan
produksi semakin meningkat karena pengaruh teknologi bidang pertanian,
sedangkan permintaan terhadap produk pertanian tetap sehingga harga produk
pertanian lebih rendah disbanding barang industri.
2.
Permasalahan jangka pendek harga hasil
pertanian cenderung berfluktuatif karena permintaan dan penawaran terhadap
barang pertanian yang sifatnya tidak elastic yang disebabkan oleh produk
pertanian pada umumnya bersifat musiman, kapasitas memproduksi sector pertanian
cenderung untuk mencapai tingkat yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh
perubahan permintaan dan beberapa jenis tanaman memerlukan waktu bertahun-tahun
sebelum hasilnya dapat diperoleh.
3.
Peran pemerintah sangat diperlukan dalam
kebijakan harga komoditas pertanian terutama bahan pangan pokok, serta
memngembangkan program-program pemasaran untuk meningkatkan pendapatan petani.
4.
Beberapa program dalam pemasaran yang
dapat dikembngkan adalah pasar lelang produk pertanian sebagai pasar yang
transparan dan berkeadilan, sistem resi gudang makanakala terjadi penurunn
harga pada saat panen raya, dan perlindung terhdapa produk pertanian dengan
kebijakan importasi produk-produk pertanian negara lain.
3.2.
Saran
Saran dari
penulisan makalah program pemerintah pada pemasaran agribisnis ini adalah perlu
bagi pemerintah untuk mencari instrument yang tepat untuk melindungi produk
pertanian dalam negeri selain kebijakan impor untuk meningkatkan daya saing
produk pertanian dalam negeri serta perlu pengembangan pasar lelang dan resi
gudang dalam menciptakan sistem pemasaran yang transaparan dan pengurangan
rantai tataniaga pemasaran, sehingga margin keutngan yang diterima petani lebih
besar.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Arifin. B, 2007. Diagnosi Ekonomi
Politik Pangan dan Pertanian, Rajawali Press. Jakarta
Hakim,B.D, 2009. Bunga
Rampai Agribisnis Seri Pemasaran, IPB Press, Bogor
Hanafie. R 2010. Pengantar Ekonomi
Pertanian, Penerbit Andi, Yogyakarta
Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES,
Jakarta
Sukirno. S, 2010. Mikro Ekonomi Teori Pengantar
Edisi ketiga, Rajawali Press. Jakarta
Koran Kompas 31 Januari 2012